KARAWANG – Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) terus mengembangkan kasus skandal manipulasi pajak dengan tersangka tiga oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Konsultan pajak, direksi, dan pemilik perusahaan multimedia PT First Media Tbk akan diperiksa dalam skandal bernilai sekitar Rp 100 miliar ini.
`’Tentu kita akan
melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait seperti konsultan pajak dan
wajib pajak. Mereka melakukan ini suko sama suko. Jika cukup bukti, mengapa
tidak, pimpinan perusahaannya sekalipun,” ungkap Kepala Polda Jabar, Irjen
Susno Duadji, kepada wartawan di Bandung, Senin (13/5).
Pada perkembangan
lain setelah menahan tiga tersangka, yaitu Yudi Haryadi, Handun, dan Adi,
penyidik Polda Jabar mulai menyita aset mereka yang nilainya di luar kewajaran
sebagai pegawai rendahan di Ditjen Pajak. Aset yang paling banyak disita adalah
milik Yudi, antara lain sebidang tanah seluas 138.900 meter persegi atau
sekitar 14 hektare dan sertifikatnya di Kabupaten Karawang.
Penyidik juga menyita
aset lain seperti mobil, sejumlah dokumen, dan sejumlah uang. Sebuah sumber
menambahkan, ditemukan pula aset berupa audio mewah senilai hampir Rp 1 miliar.
Penyitaan aset tersangka itu, menurut Susno, karena diduga hasil kejahatan
pencucian uang (money laundry), gratifikasi, dan korupsi. `’Kita menjerat
mereka dengan tuduhan pencucian uang, gratifikasi, dan korupsi. Kami tak
menangani perkara pajaknya,” ujar Susno, didampingi Direktur Reskrim, Kombes
Ari Dono.
Direktur Penyuluhan
Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Djoko Slamet Suryo Putro, secara singkat
membenarkan penahanan aparat pajak itu. ”Benar bahwa YH merupakan pegawai
Ditjen Pajak yang ditahan terkait kasus First Media,” katanya, kemarin.
TEMUAN
PPATK
Seperti
diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal dari temuan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Yaitu, ada transfer uang sebesar 500 ribu
dolar AS (sekitar Rp 4,5 miliar) ke rekening sebuah bank BUMN atas nama Yudi
Haryadi.
Yudi sendiri
sebelumnya sebagai pemeriksa di Kanwil Khusus Jakarta. Dari laporan itulah,
Polda Jabar melakukan penyelidikan. Bukti-bukti yang diperoleh menunjukkan,
transfer uang tersebut diduga terkait dengan manipulasi pajak layanan televisi
berlangganan Kabel vision di bawah naungan PT First Media Tbk. `’Baru pertama
di Indonesia terbongkar. Pajak Rp 100 miliar cukup bayar Rp 25 miliar. Yang Rp 75
miliar cingcailah,” kata Susno yang pernah menjabat Wakil Kepala PPATK.
Ketiga tersangka
ditahan sejak 6 April lalu. Mereka dijerat pasal berlapis, antara lain pasal 12
b UU No 20 Tahun 2001, Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, pasal
3,4,6 UU No 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang, dan pasal tentang
gratifikasi. `’Ancaman hukumannya 15 tahun penjara,” ujar Susno.
Ari Dono menambahkan,
kasus skandal pajak ini terjadi pada 2004. Namun, ia tak bersedia berbicara
lebih rinci. Direktur dan Sekretaris Perusahaan First Media, Harianda Noerlan,
tak kunjung menjawab upaya konfirmasi Republika.
PEMERIKSAAN
KASUS SUAP FIRST MEDIA
Setelah memeriksa
tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktek mark down, kini
wajib pajak yang bermasalah, First Media, akan diperiksa Polda Jawa Barat.
Kapolda Jabar Irjen
Pol Susno Duadji kepada wartawan di Bandung, Jumat (9/5) mengatakan, penyidikan
kasus mark down bernilai lebih dari Rp50 miliar itu masih terus berlanjut dan
dikembangkan, karena tidak menutup kemungkinan perusahaan lainnya melakukan hal
serupa.
Menurut Kapolda,
kasus ini merupakan kasus sogok atau suap yang dilakukan wajib pajak. “Kasus
suap atau sogok itu melanggar hukum, oleh karena itu wajib pajak juga bisa
kena, termasuk konsultannya,” kata Kapolda.
Dalam kasus ini, kata
Susno, siapa saja yang salah dan terlibat akan diperiksa tanpa kecuali, karena
kerugian negara akibat ini sangat besar
Dikatakan bahwa dalam
waktu dekat pihaknya juga akan melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan.
“Setelah pemeriksaan tuntas tentunya akan dilimpahkan ke Kejaksaan,” katanya.
Menurut Kapolda,
dalam menangani kasus ini pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), hal ini agar penanganan kasus tersebut transparan.
Sebelumnya Polda
Jabar menciduk tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktik
mark down. Ketiga petugas yang ditempatkan di kawasan industri Jababeka Bekasi
itu, langsung dicokok saat tengah melayani transaksi pajak di perusahaan
investasi First Media.
Menurut keterangan,
jajaran Ditreskrim Polda Jabar telah lama mengintai praktik curang yang
dilakukan ketiga petugas itu. Namun, untuk mencegah tidak terjadi kerugian
negara yang lebih besar lagi, awal pekan kemarin petugas Ditreskrim menuju lokasi,
dan tanpa sulit melakukan penangkapan.
Dari ketiga tersangka
terungkap kerugian negara sebesar Rp50 miliar. Bahkan, diduga bisa lebih dari
jumlah itu, mengingat praktik curang yang dilakukannya sudah berlangsung lama.
Modus praktik curang
ketiga tersangka, yakni menyulap jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan.
Misalnya, jumlah pajak yang seharusnya dibayar, oleh ketiganya diturunkan
jumlah kewajiban bayar pajaknya.
Dengan begitu,
terdapat selisih antara yang seharusnya dibayarkan ke negara dengan kewajiban
yang harus dibayarkan perusahaan, “Ini yang kita sidik. Nah, selisih itulah
yang menjadi keuntungan buat mereka yang biasanya dibagi-bagi hingga ke atas
tapi ini masih dalam penyelidikan kami karena sulit dibuktikan,” kata Kapolda.
Perbuatan mereka
dimudahkan karena berkolaborasi dengan konsultan pajak wajib pajak First Media.
Sementara, konsultan yang dimaksud adalah pensiunan pegawai Direktorat Jenderal
Pajak RI.
“Soal keterlibatan
konsultan pajak itu, kami sedang menyelidik lebih jauh,” kata jenderal bintang
dua itu.
POLISI
MULAI MEMANGGIL PEJABAT DIREKTORAT PAJAK UNTUK KASUS SUAP FIRST MEDIA
Kepolisian Daerah
Jawa Barat berencana memanggil sejumlah pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan. Pemanggilan ini terkait dengan kasus korupsi bidang
perpajakan yang melibatkan perusahaan multimedia, PT First Media Tbk. “Siapa
pun yang terkait, baik para pejabat maupun wajib pajak dan konsultan pajak,
akan segera kami panggil,” kata Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal
Susno Duadji.
Susno melanjutkan,
para pejabat Dirjen Pajak akan dimintai keterangan terkait dengan penyidikan
kasus korupsi bidang perpajakan senilai Rp 5 miliar itu. “Terutama yang
terlibat dan mengetahui pembuatan surat pajak terutang perusahaan yang memberi
komisi kepada tersangka,” katanya. Tiga pegawai Dirjen Pajak telah ditetapkan
sebagai tersangka, mereka adalah Yudi Haryadi, Adi, dan Handun.
Sejak bulan lalu
Polda Jawa Barat menyelidiki dugaan kasus korupsi yang dilakukan pegawai di
Dirjen Pajak. Semula, polisi memeriksa dan menetapkan Yudi Haryadi sebagai
tersangka. Yudi Haryadi sebelumnya menjabat sebagai pemeriksa di kantor wilayah
khusus Jakarta.
Kasus ini berawal
dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang
mencurigai adanya transfer uang AS$ 500 ribu (sekitar Rp 4,5 miliar). Uang
tersebut dialirkan ke rekening sebuah bank BUMN atas nama YH, sebagai upah
pengurusan pajak perusahaan. Modusnya antara lain dengan menghitung pajak
sendiri sejak 2004 dan 2005. Akibatnya, jumlah yang dibayarkan jauh lebih kecil
dibanding angka yang seharusnya.
Dari hasil
pemeriksaan terhadap Yudi Haryadi, belakangan polisi juga menangkap AD dan H.
Keduanya adalah tim pemeriksa pajak yang diketuai oleh Yudi Haryadi. “Jadi
tersangka sementara ini ada tiga orang,” kata Susno.
Para tersangka akan
dijerat dua pasal undang-undang berbeda. Pertama berdasarkan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya diatur
gratifikasi dan suap terhadap pegawai negeri sipil. Kedua adalah Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang.
Sebagai pegawai
negeri sipil, kata Susno, mereka dianggap telah menerima gratifikasi dan suap
alias korupsi. Selain itu, “Karena menyembunyikan asal-usul uang yang mereka
terima, mereka diduga telah melakukan pencucian uang.”
SKEMA KASUS
Ditreskrim
Polda Jabar telah lama mengintai praktik curang yang dilakukan ketiga petugas
TEMUAN
PPATK
ada
transfer uang sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp 4,5 miliar) ke rekening
sebuah bank BUMN atas nama Yudi Haryadi (pegawai Dirjen Pajak)sebagai upah
pengurusan pajak perusahaan. Modusnya antara lain dengan menghitung pajak
sendiri sejak 2004 dan 2005. Akibatnya, jumlah yang dibayarkan jauh lebih kecil
dibanding angka yang seharusnya.
Setelah
memeriksa tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktek mark
down, kini wajib pajak yang bermasalah, First Media, akan diperiksa Polda Jawa
Barat.
Setelah
pemeriksaan tuntas tentunya akan dilimpahkan ke Kejaksaan
kasus
ini pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), hal ini agar penanganan kasus tersebut transparan
Kepolisian
Daerah Jawa Barat memanggil sejumlah pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan. Pemanggilan ini terkait dengan kasus korupsi bidang
perpajakan yang melibatkan perusahaan multimedia, PT First Media Tbk.
para
pejabat Dirjen Pajak akan dimintai keterangan terkait dengan penyidikan kasus
korupsi bidang perpajakan senilai Rp 5 miliar
Tiga
pegawai Dirjen Pajak telah ditetapkan sebagai tersangka, mereka adalah Yudi
Haryadi, Adi, dan Handun.
Polda
Jabar menciduk tiga karyawan Direktorat Pajak yang diduga melakukan praktik
mark down. Ketiga petugas yang ditempatkan di kawasan industri Jababeka Bekasi
itu, langsung dicokok saat tengah melayani transaksi pajak di perusahaan
investasi First Media
Ketiga
tersangka ditahan tanggal 6 April. Mereka dijerat pasal berlapis, Pertama
berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Di
dalamnya diatur gratifikasi dan suap terhadap pegawai negeri sipil. Kedua
adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang. Dan antara
lain pasal 12 b UU No 20 Tahun 2001, Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang
Tipikor, pasal 3,4,6 UU No 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang, dan pasal
tentang gratifikasi. `’Ancaman hukumannya 15 tahun penjara
Polda
Jabar mulai menyita aset mereka yang nilainya di luar kewajaran sebagai pegawai
rendahan di Ditjen Pajak. Aset yang paling banyak disita adalah milik Yudi,
antara lain sebidang tanah seluas 138.900 meter persegi atau sekitar 14 hektare
dan sertifikatnya di Kabupaten Karawang.
Penyidik juga menyita aset lain seperti
mobil, sejumlah dokumen, dan sejumlah uang. Sebuah sumber menambahkan,
ditemukan pula aset berupa audio mewah senilai hampir Rp 1 miliar. Penyitaan
aset tersangka itu,karena diduga hasil kejahatan pencucian uang (money
laundry), gratifikasi, dan korupsi.
Terimakasih atas komentarnya :)
BalasHapus