Disebut nymphomania,
 disebabkan sepenuhnya oleh faktor psikis. Salah satunya berakar pada 
penyimpangan sewaktu usia balita sampai remaja, semisal menyaksikan 
bagaimana ibunya kerap dipukuli atau disiksa ayahnya. Berbekal 
pengalaman buruk inilah, semasa dewasa ia merasa butuh pendamping yang 
berbeda atau lebih baik dari ayahnya. Namun dalam pencarian itu, ia tak 
bisa menemukan nilai-nilai kebaikan pada satu orang, hingga bergaullah 
ia dengan banyak orang untuk mencari dan terus mencari orang yang dirasa
 pas.
Padahal, pria yang diidamkan takkan pernah kunjung datang. 
Bukankah untuk menemukan orang yang sama persis atau malah bertolak 
belakang sungguh tak mudah? Selalu akan ada saja satu atau dua pria yang
 memenuhi kriteria fisik, tapi kepribadiannya meragukan. Atau secara 
aspek kepribadian cocok, tapi aspek lain tak cocok. Ketidakcocokan ini 
menimbulkan sederet ketidakpuasan yang mendorongnya mencari dan terus 
mencari, hingga akhirnya membentuk semacam kebiasaan pada tubuh.
Celakanya,
 kalau ia sudah terpengaruh atau minimal mengenal hubungan seks, 
kebiasaannya untuk berganti-ganti pasangan makin membuatnya nyandu atau 
ketagihan seks. Sama halnya dengan kebiasaan merokok yang bisa 
menyebabkan ketagihan. Bukan semata-mata karena nikotin, melainkan pola 
kebiasaan itu sendiri. Hingga, kala harus berhenti merokok akan sulit 
sekali dilakukan. Minimal ia akan tetap pegang rokok meski tak diisap, 
atau tetap diisap tanpa harus dinyalakan. Bisa pula hubungan seks ini 
dipakai sebagai senjata untuk "memancing" pria yang semula dianggapnya 
sebagai pria idaman. Hingga bisa dikatakan, dorongan seks yang 
berlebihan sebetulnya merupakan pemuasan kejiwaan belaka.
Kasus 
serupa bisa pula dialami pria. Misalnya, si Buyung melihat bapaknya 
sering dilecehkan hingga akhirnya dia berusaha membalas dendam pada 
wanita dengan menyetubuhi siapa saja hanya untuk dicampakkan begitu 
saja. Hingga gonta-ganti pasangan dijadikan sarana untuk mencari 
kenikmatan psikis yang bisa memuaskan nafsu balas dendamnya.
Selain frekuensi hubungan seks yang sangat tinggi, harus diperhatikan ada-tidaknya ciri promiscuity,
 sebelum mencurigai pasangan menderita hiperseks. Maka, bila benar salah
 satu dari pasangan menderita hiperseks, Anda harus minta bantuan ahli. 
Bagaimanapun, kualitas berintim-intim pada suami-istri yang salah 
satunya menderita hiperseks, tak sebagus dengan yang dilakukan atas 
dasar sukarela atau suka sama suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar