BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya
perekonomian di Indonesia, maka
persaingan dalam dunia bisnispun
juga sangat dirasakan oleh para pengusaha. Sehingga
menuntut pihak pemerintah untuk menyiapkan sarana hukumnya agar
sistem perekonomian nasional dapat mengikuti era globalisasi dunia. Pertumbuhan
ekonomi yang semakin berkembang menyebabkan berdirinya perusahaan-perusahaan
nasional. Untuk itu banyak dari para pelaku bisnis atau pengusaha
yang berusaha memperkuat usahanya.
Dalam kurun pasca perang,
perdagangan dunia secara keseluruhan tumbuh
lebih cepat daripada output dunia. Dengan kata lain, berbagai Negara cenderung
lebih terbuka dan saling bergantung, demikian pula di Negara berkembang
(Less Developed Countries, LOC).
Dalam memperkuat sahanya banyak para
pelaku bisnis atau pengusaha yang menjalin kerjasama antar
perusahaan. Bentuk kerjasama perusahaan ini salah satunya adalah “MERGER”
atau dikenal dengan istilah “PENGGABUNGAN” perusahaan dalam
Undang-Undang No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB II
MASALAH
Dalam munculnya Undang – Undang No.
1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, yang juga
mengatur masalah merger
merupakan tanggapan pemerintah
terhadap perekonomian di Indonesia. Sebab peraturan
tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat baik secara nasional
maupun internasional. Adanya Undang-Undang No.1 Tahun 1995 secara
langsung maupun tidak langsung tentunya akan mempengaruhi kondisi dunia
usaha yang diatur di dalamnya, demikian pula yang menyangkut masalah
merger perusahaan.
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun
1995tentang Perseroan Terbatas pasal 102 (2 ) dijelaskan dalam menggabungkan
erusahaan terlebih dahulu harus dibuat rancangan penggabungan yang
dibuatbersama oleh Direksi dari masing-massing perusahaan yang akan melakukan
merger. Dimana dalam rancangan tersebut harus memuat : Nama-nama perusahaan
yang akan melakukan merger, alasan diadakannya merger, tata cara
pengaturan saham, rancangan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan, dan
neraca perhitungan laba rugi yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari semua
perseroan yang akan melakukan merger.
BAB III
PEMBAHASAN
Merger adalah dimana perusahaan yang
me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang
di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50%
saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya
menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey,
Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Sedangkan definisi merger menurut
Harianto dan Sudomo yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh
perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan
nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun
kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan
kehilangan/berhenti beroperasi.
Alasan Perusahaan Melakukan Merger ; Pada umumnya tujuan dilakukannya
merger adalah mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Keputusan untuk merger
bukan sekedar menjadikan dua tambah dua sama dengan empat, tetapi merger harus
menjadikan dua tambah dua sama dengan lima. Nilai tambah yang dimaksud adalah
lebih bersifat jangka panjang dibanding nilai tambah yang
bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada tidaknya sinergi suatu
merger tidak bisa dilihat sesaat setelah merger itu terjadi, tetapi
diperlukan waktu yang cukup panjang. Sinergi yang terjadi sebagai akibat dari penggabungan
usaha bisa berupa turun naiknya skala ekonomis, maupun sinergi keuangan
yang berupa kenaikan modal.
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger, yaitu :
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger, yaitu :
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan
pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha
dapat melakukan merger . Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk
baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger, maka perusahaan dapat mengurangi
perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger
menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala
ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang
lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi
tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat
memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana
untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri
dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan
peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini
memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen
atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat
berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau
kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya
dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan
diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian
pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat
tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan merger
dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian
pajak. Pada kasus ini perusahaan yang memerger akan menaikkan kombinasi
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari
perusahaan yang dimerger. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan
keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi
kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan
perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar,
maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih
likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari
pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah
perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm
mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang,
karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk
ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).
KONDISI BANK YANG DI BEKUKAN SEBELUM
DI MERGER MENJADI BANK MANDIRI
Prbankan merupakan satu sektor yang
sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian, karena menjalankan fungsi
intermediasi keuangan. Lembaga keuangan menyalurkan dana dari unit surplus
kepada unit defisit untuk dikemabangkan dalam investasi-investasi yang
produktif dan menggerakkan kegiatan ekonomi. Terjadinya krisis keuangan
perbankan pada tahun 1998 semakin menunjukkan pentingnya peranan perbankan. Hal
tersebut ditunjukkan oleh perhatian pemerintah yang sangat besar untuk
menciptakan kerangka kerja perbankan yang sehat. Berbagai peraturan dan
kebijakan pemerintah indonesia tidak terlepas dari kecenderungan perbankan di
berbagai negara , yakni kecenderungan meningkatkan efisiensi melalui merger.
Gagasan atau ide melakukan merger
bank sebenarnya sudah cukup lama didengungkan, seiring dengan mulai rontoknya
sejumlah bank di tanah air. Barangkali masih ingat dalam benak pikiran kita
ketika pemerintah melakukan likuidasi enambelas bank sekitar Nopember 1997.
Rontoknya 16 bank umum sekitar Nopember 1997, tersebut nampaknya telah
menyentakkan dunia perbankan nasional. Kecemasan demi kecemasan terus
menghantui para bankir khususnya pihak swasta, jangan-jangan likuidasi atau
pembekuan bank akan terus bergulir. Bahkan beberapa pengamat perbankan pada
saat itu memprediksikan bahwa masih ada likuidasi babak berikutnya terhadap
beberapa bank lainnya yang sebenarnya juga memiliki kinerja yang kurang lebih
sama dengan teman-temannya yang sudah gulung tikar tersebut.
Ternyata dugaan para pengamat
perbankan terhadap munculnya likuidasi susulan terhadap bank-bank yang tidak
sehat, baik dari sisi permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas,
maupun likuiditasnya ternyata tak dapat dihindari lagi, meskipun dengan bahasa
yang agak berbeda yaitu pembekuan operasi (Bank Beku Operasi/BBO). Disamping
itu, juga munculnya sejumlah bank yang dengan terpaksa masuk dalam perawatan
lembaga penyehatan perbankan nasional, BPPN (Badan Penyehatan Perbankan
Nasional).
Sekitar Maret 1998, empat belas bank
swasta nasional akhirnya ditertibkan pemerintah, tujuh bank dibekukan
operasinya (Bank Kredit Asia, Centris International Bank,, Bank Deka, Bank
Subentra, Bank Pelita, Hokindo Bank, dan Bank Surya), dan tujuh bank
lainnya dalam pengawasan BPPN (BDNI, Bank Exim, Bank Danamon, BUN, Bank
Tiara Asia, Bank PDFCI, Modern Bank).
Dalam perkembangannya, bank yang
dalam pengawasan BPPN tersebut setelah menjalani perawatan dalam kurun waktu
tertentu, akhirnya pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah mengambil keputusan
yang tidak mengenakkan dunia perbankan yaitu melakukan pembekuan operasi
terhadap tiga bank swasta BDNI, Bank Modern, dan BUN (Bank Beku
Operasi/BBO) serta pengambilalihan kepemilikian oleh pemerintah (Bank
Take Over) terhadap empat bank swasta yaitu Bank Danamon, Bank BCA, Bank
Tiara, dan Bank PDFCI.
Rentetan peristiwa yang tidak
mengenakkan dalam dunia perbankan tersebut, telah memunculkan suatu alternatif
penyelamatan dunia perbankan dari keruntuhannya melalui merger bank. Dalam
artian yang sederhana, merger bank adalah suatu proses penggabungan antara dua
bank atau lebih menjadi sebuah bank baru atas dasar kesepakatan kedua belah
pihak yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, bahwa dalam proses merger
perlu diterapkan prinsip-prinsip win-win solution. Oleh karena keempat
bank yang di merger tersebut berada dalam perawatan BPPN, maka proses merger
bank yang dilakukan menjadi relative tidak banyak kendalanya.
Motivasi Merger Bank
Meskipun alasan pemergeran kelima
bank tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan secara jelas, namun sebenarnya
alasan merger bank arahnya dapat diduga. Apa sebenarnya yang mendasari suatu
bank melakukan merger? Paling tidak ada tiga alasan penting yang
mendasari mengapa bank perlu melakukan merger yaitu pertama :
untuk menciptakan suatu sinergi, khususnya yang berkaitan dengan memperkuat
aset, modal dan jaringan pemasaran yang telah ada; kedua : untuk
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi kerja bank; dan ketiga :
meningkatkan peran manajerial bagi bank hasil merger.
Bank-bank yang telah melakukan
merger tersebut dengan sendirinya jumlah aset dan modal bank yang dimilikinya
akan menjadi besar. Sebagai contoh, Bank Mandiri yang merupakan bank hasil
merger antara empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara,
Bank Exim, dan Bank Pembangunan Indonesia, total asetnya pada saat akan di
merger diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 90 triliun dan modal sendiri
mencapai sekitar Rp. 9 triliun. Disamping menambah jumlah aset dan
modalnya, maka jumlah nasabah yang dapat dilayaninya, serta jumlah kantor
cabang dari hasil merger bank tersebut juga semakin meningkat.
Sementara itu, dengan adanya merger
bank tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi kerja melalui
pengurangan berbagai aktifitas yang sama yang ada dalam bank. Sebagai
konsekwensinya, harus ada kerelaan untuk melakukan perampingan karyawan dalam
berbagai tingkatan (level posisi/jabatan). Munculnya bank baru hasil merger,
Bank Mandiri misalnya, diperkirakan sekitar ribuan karyawan dengan terpaksa dan
berat hati harus dirumahkan atau memperoleh kesempatan pensiun lebih cepat.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, tentunya jauh hari sudah memperoleh
perhatian dengan seksama, seperti memberikan berbagai bentuk pelatihan yang
memungkinkan mereka yang akan dirumahkan tersebut untuk mampu mandiri plus
bekal permodalan untuk membuka usaha (bisnis) baru bagi kelangsungan hidupnya.
Sedangkan mengenai peran manajerial
dalam bank hasil merger diharapkan akan dapat menghasilkan suatu efisiensi dan
peningkatan kinerja (performance) secara optimal melalui penempatan
tenaga-tenaga profesional perbankan yang dimiliki oleh masing-masing bank hasil
merger. Dalam hal ini, penempatan terhadap tenaga-tenaga profesional dalam
bidangnya masing-masing tersebut hendaknya dilakukan berdasarkan bukan saja
dari sisi profesionalisme, tetapi juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip
keadilan, kebersamaan, dan keterbukaan (transparansi) bagi semua pihak.
KONDISI BANK SETELAH DI MERGRE
MENJADI BANK MANDIRI
Bank Mandiri merupakan hasil merger
antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara(BDN), Bank Pembangunan
Indonesia(Bapindo) dan Bank Expor Impor . Hasil merger keempat bank ini
dilaksanakan pada tahun 1999. Dalam proses penggabungan dan pengorganisasian
ulang, jumlah cabang Bank Mandiri dikurangi sebanyak 194 buah dan karyawannya
berkurang dari 26.600 menjadi 17.620. Direktur Utamanya yang pertama adalah Robby Djohan. Kemudian pada Mei 2000, posisi
Djohan digantikan ECW Neloe. Neloe menjabat selama lima tahun
sebelum digantikan Martowardojo akibat terlibat dugaan korupsi di Bank tersebut.
Bank Mandiri berdiri pada
tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia . Pada bulan Juli 1999, empat Bank
milik Pemerintah yaitu, Bank bumi daya, Bank dagang negara, Bank Ekspor
Impor dan , bergabung menjadi Bank Mandiri. Sejarah keempat Bank tersebut
dapat ditelusuri lebih dari 140 tahun yang lalu. Keempat Bank tersebut telah
turut membentuk riwayat perkembangan dunia perbankan di Indonesia .
Bank Dagang Negara merupakan
salah satu Bank tertua di Indonesia. Sebelumnya Bank Dagang Negara
dikenal sebagai Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij yang didirikan di
Batavia (Jakarta) pada tahun 1857. Pada tahun 1949 namanya berubah menjadi
Escomptobank NV. Selanjutnya, pada tahun 1960 Escomptobank dinasionalisasi dan
berubah nama menjadi Bank Dagang Negara , sebuah Bank
pemerintah ynag membiayai sektor industri dan pertambangan.
Bank Bumi Daya didirikan
melalui suatu proses panjang yang bermula dari nasionalisasi sebuah
perusahaan Belanda De Nationale Handelsbank NV, menjadi Bank Umum Negara pada
tahun 1959. Pada tahun 1964, Chartered Bank (sebelumnya adalah Bank
milik Inggris) juga dinasionalisasi, dan Bank Umum Negara diberi hak untuk
melanjutkan operasi Bank tersebut. Pada tahun 1965, Bank umum negara
digabungkan ke dalam Bank Negara Indonesia dan berganti nama menjadi Bank
Negara Indonesia Unit IV beralih menjadi Bank Bumi daya.
Sejarah Bank Ekspor
Impor berawal dari perusahaan Belanda N.V.Nederlansche Handels
Maatschappij yang didirikan pada tahun 1842 mengembangkan kegiatannya di sektor
perbankan pada tahun 1870. Pemerintah menasionalisasi perusahaan ini pada tahun
1960, selanjutnya pada tahun 1965 perusahan ini digabung dengan Bank Negara
Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank
Negara Indonesia Unit II dipecah menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank
Negara Indonesia Unit II Divisi Expor – Impor, yang akhirnya menjadi BankExim,
bank Pemerintah yang membiayai kegiatan ekspor impor.
Bapindo berawal dari Bank Industri
Negara (BIN), sebuah Bank Industri yang didirikan pada tahun1951. Misi
Bank Industri Negara adalah mendukung pengembangan sektor – sektor
ekonomi tertentu, khususnya perkebunan, industri, pertambangan. Bapindo
dibentuk sebagai Bank milik negara pada tahun 1960, BIN
kemudian digabung dengan Bank Bapindo. Pada tahun 1970, Bapindo ditugaskan
untuk membantu pembangunan nasional melalui pembiayaan jangka menengah,
jangka panjang pada sektor manufaktur, transportasi dan pariwisata.
Kini, Bank Mandiri menjadi penerus
suatu tradisi layanan jasa perbankan keuangan yang telah berpengalaman
selama lebih dari 140 tahun. Masing-masing dari empat Bank bergabung memainkan
peranan yang penting dalam pembangunan Ekonomi. Pada saat ini, berkat kerja
keras lebih dari 21.000 karyawan yang tersebar di 909 kantor cabang didukung
oleh anak perusahaan yang bergerak di bidang investment banking, perbankan
syariah serta bancassurance, Bank Mandiri menyediakan solusi keuangan
yang menyeluruh bagi perusahaan swasta maupun milik Negara komersil saha kecil
mikro serta nasabah consumer.
Pada tanggal 14 Juli 2003,
Pemerintah Indonesia melakukan divestasi sebesar 20% atas kepemilikan saham di
Bank Mandiri melalui penawaran umum perdana (IPO). Selanjutnya pada tanggal 11
Maret 2004, Pemerintah Republik Indonesia melakukan divestasi lanjutan atas 10%
kepemilikan di Bank Mandiri. Bank Mandiri saat ini merupakan Bankterbesar
dalam jumlah aktiva, kredit dana pihak ketiga. Total aktiva per 31 Desember
2005 sebesar Rp 254, 3 triliun (USD25,9 miliar) dengan pangsa pasar sebesar
18,0% dari total aktiva perbankan di Indonesia. Jumlah dana pihak ketiga
Bank Mandiri sebesar Rp 199,0 triliun atau sama dengan 17,6% dari total
dana pihak ketiga secara nasional, dimana jumlah tabungan merupakan 16% dari
total tabungan secara nasional,. Begitu pula dengan pangsa pasar deposito
berjangka sebesar 19,1% dari total deposito berjangka di Indonesia. Selama
tahun 2005, pertumbuhan dana pihak ketiga kami sebesar 5,8%, sementara
pertumbuhan kredit sebesar 13,3%. Bank Mandiri memiliki struktur
permodalan yang kokoh dengan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio-CAR)
sebesar 23,7% pada akhir tahun 2005, jauh diatas ketentuan minimum Bank
Indonesia sebesar 8%. Pada Maret 2005, Bank Mandiri mempunyai 829
cabang yang tersebar di Indonesiaenam cabang di luar negeri. Selain itu, Bank
Mandiri mempunyai sekitar 2.500 ATMtiga anak perusahaan utama yaitu Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, AXA Mandiri.
Kinerja Bank Mandiri pada Awal
Merger
Menurut Agunan (2003), dari hasil
analisis terhadap kinerja keuangan dan ngkat efisiensi Bank Mandiri dapat
ditarik kesimpulan bahwa kinerja usaha Bank Mandiri sebelum merger
menunjukkan Bank pemerintah yang tidak sehat. Hal tersebut dapat diketahui
dari tingkat pencapaian ROA, ROE, DER, DTAR yang menunjukkan keempat Bank BUMN
dalam kondisi bangkrut, dimana utang yang dimiliki telah melebihi modal
beribu-ribu kali. Disamping itu, perbandingan utang terhadap aktiva sangat
buruk yaitu jumlah utang yang dimiliki tidak dapat dilunasi dengan aktiva yang
ada di empat Bank tersebut. Merger yang dilakukan pemerintah terhadap empat
Bank tidak sehat merupakan pilihan terakhir dibandingkan penutupan
(likuidasi) Bank BUMN. Tujuan ini tidak lain menghindari pengeluaran
yang lebih besar lagi untuk membayar uang para deposan, mencegah terjadinya
domino effect seiring krisis ekonomi yang berlangsung, bertambahnya jumlah
pengangguran.
Kinerja Bank Mandiri setelah
merger tidak berdampak positif atau dapat dikatakan tidak sehat jika dilihat
dari rasio keuangan yang telah dikemukakan sebelumnya. Disamping itu, 70%
pendapatan Bank Mandiri berasal dari pendapatan bunga obligasi pemerintah,
justru pendapatan bunga dari pemberian kredit hanya sebesar 18% untuk tahun 2001.
Dengan demikian, kinerja Bank selama tiga tahun ini tidak lebih baik
dibandingkan sebelum merger.Merger tidak selalu menciptakan efisiensi, walaupun
peningkatan total aktiva dapat mencapai skala ekonomis, belum cukup untuk
menciptakan efisiensi Bank Mandiri. Beberapa aspek yang mempengaruhi
efisiensi Bank Mandiri terlihat dari aktiva, modal, utang jangka pendek, utang
jangka panjang, jumlah SDM. Sementara itu, Bank Mandiri hanya diposisi
keempat apabila dilihat efisiensi relatif diantara Bank pemerintah saat ini.
Nilai-nilai Budaya Baru Bank Mandiri
Bank Mandiri memiliki misi untuk
menjadi Bank yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar serta
memberikan keuntungan maksimal bagi stakeholder dengan kepedulian yang tinggi
terhadap lingkungan. Selain dari itu, Bank Mandiri berusaha menjadi Bank
yang dikenal karena mematuhi standar praktek perbankan internasional dalam hal
corporate governance.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Mandiri telah menanamkan nilai-nilai
transparansi, independensi, akuntabilitas, tanggung jawab, keadailan melalui
berbagai program sosialisasi kepada seluruh jajaran Bank . Penjabaran atas
prinsip corporate governance yang baik telah dilakukan antara lain dengan
menuangkan nilai-nilai tersebut ke dalam Visi dan Misi Bank Mandiri, kebijakan
Good Corporate Governance, Code of Conduct, Pernyataan Tahunan dan “Perilaku 3
Tidak (3 NO Behaviors)” yang telah lama dijalankan. Struktur dua lapis
memberikan keseimbangan yang baik anatara Direksi dan Komisaris, yang sesuai
dengan representasi kepentingan stakeholder dan pemegang saham yang saat ini
mayoritas ada di tangan pemerintah, namun pada pertengahan tahun 2003, 20%
saham telah dimiliki oleh publik. Representasi yang adil di atas kepentingan pemegang
saham minoritas menjadi kunci penting setelah IPO.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, Bank Mandiri mengatur adanya
larangan perangkapan jabatan bagi Direksi dan Komisaris yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan dengan Bank .
Perbaikan kinerja Bank Mandiri
dilakukan dengan perbaikan menyeluruh, dengan orientasi kepada pelanggan.
Budaya pelayanan, peningkatan omset dan perbaikan kualitas kredit dilakukan
secara bersama-sama. Berdasarkan survai independent oleh MRI, Bank Mandiri
menduduki peringkat 3 sebagai Bank dengan pelayanan terbaik dari 11 Bank
di Indonesia pada tahun 2004.
Visi Bank Mandiri adalah menjadi “Bank Terpercaya Pilihan Anda” Sedangkan
misinya adalah :
1. Berorientasi
pada Pemenuhan kebutuhan pasar.
2. Mengembangkan
sumber daya manusia profesional
3. Memberi
keuntungan yang maksimal bagi stakeholder
4. Melaksanakan
manajemen terbuka
5. Peduli terhadap
kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Pada tahun 2005 Bank Mandiri
mengembangkan suatu budaya kerja baru. Untuk mewujudkan visi, misi sebagaimana
di atas merupakan suatu perjalanan panjang yang harus ditempuh dalam suatu
koridor dan pedoman yang disepakati bersama dalam organisasi. Terdapat 5 nilai
budaya, yakni serangkaian prinsip yang dijadikan sebagai panduan moral dalam
berperilaku, bertindah dan mengambil keputusan. Nilai budaya yang menjadi
pedoman tersebut dirumuskan sebagaimana Tabel 3.
Tabel. 3. Definisi Nilai Budaya dan Perilaku Utama Bank Mandiri
Nilai
|
Definisi
|
Perilaku Utama
|
Kepercayaan/Trust
|
Membangun keyakinan dan
sangka baik di antara stakeholder dalam hubungan yang tulus dan terbuka
berdasarkan kehandalan
|
·
Saling menghargai dan bekerja sama
·
Jujur, tulus dan terbuka
|
Integritas/Integrity
|
Setiap saat berfikir, berkata dan
berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung tinggi kode etik
profesi
|
·
Disiplin dan konsisten
·
Berpikir, berkata dan bertindak terpuji
|
Profesionalisme/
Professionalsm
|
Berkomitmen untuk bekerja tuntas
dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab
|
·
Kompeten dan bertanggung jawab
·
Memberikan solusi hasil terbaik
|
Fokus pada Pelanggan/
Customer Fokus
|
Senantiasa menjadikan pelanggan
sebagai mitra utama yang saling menguntungkan untuk tumbuh secara
berkesinambungan
|
·
Inovatif, proaktif dan cepat tanggap
·
Menggunakan pelayanan dan kepuasan pelanggan
|
Kesempurnaan/ Execelence
|
Mengembangkan dan melakukan perbaikan di segala
bidang untuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil yang terbaik
secara terus menerus.
|
·
Orientasi pada nilai tambah dan perbaikan terus menerus
·
Peduli lingkungan
|
Sumber : Tim Internalisasi Budaya Bank Mandiri (2002)
Gelombang Merger di dunia
Apabila kita amati tentang bagaimana perkembangan merger bank di berbagai
Negara nampaknya merger berlangsung dalam tempo dan ritme yang berbeda-beda.
Sekitar tahun 1970-an gelombang pertama merger terjadi di Amerika, seperti
bergabungnya Bank of America dengan Security Pacific, Chase Manhattan Bank
dengan Chemical Bank, dan Bank of New York dengan Irving Trust.
Selanjutnya diikuti gelombang kedua
merger yang terjadi di Eropa, terutama di Swiss, seperti rencana merger antara
Union Bank of Switzerland dengan Swiss Bank Corp. Gelombang mergerpun terus
bergulir sehingga muncul gelombang ketiga merger di kawasan Asia Pasifik, yang
ditandai dengan terjadinya merger antarbank di Australia yang sebelumnya pernah
ada larangan bank untuk merger (Infobank 222).
Tak ketinggalan gelombang merger juga mulai merembes di kawasan Asia Tenggara,
khususnya di Indonesia. Di tahun 1999 yang menurut penanggalan Cina sebagai
tahun kelinci nampaknya merupakan tahun baik untuk melakukan merger. Terutama
dengan adanya tekad pemerintah untuk melakukan merger empat bank pemerintah
kedalam Bank Mandiri yang saat itu diperkirakan sekitar Mei 1999 sudah rampung
total.
Para pemilik bank-bank swasta yang
sebelumnya merencanakan melakukan merger antara lain kelompok Bakrie, Nusamba,
dan Eka Tjipta Widjaja. Kelompok bank-bank swasta milik Bakrie seperti Bank
Nusa, Bank Nasional, Bank Angkasa, dan Bank Komersial. Sedangkan kelompok
Nusamba antara lain Bank Duta, Bank Bukopin, Bank Tugu, Bank Universal, dan Bank
Umum Nasional. Sementara itu, kelompok Eka Tjipta Widjaya antara lain BII,
BDNI, Bank SGP, Bank Tiara, Bank Tugu, dan Bank Dewa Rutji.
Keinginan para pemilik bank-bank swasta saat itu untuk melakukan merger
tentunya merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat ditunda-tunda lagi. Namun,
dalam perjalanannya rencana merger bank menjadi terhenti karena beberapa bank
swasta yang direncanakan ikut merger telah dibekukan operasinya, seperti BDNI,
BUN, dan Tiara.
Sebuah Harapan
Dalam menghadapi era globalisasi,
tentunya sangat diperlukan dukungan yang kuat dunia perbankan yang benar-benar
sehat dan kuat dalam berbagai aspeknya baik dilihat dari aspek permodalan,
menejemen, rentabilitas, maupun likuiditasnya.
Keputusan pemerintah memang telah
bulat dan harus disosialisasikan kepada public (termasuk nasabah) dengan baik.
Satu hal yang tak boleh dilupakan adalah bagaimana penanganan lebih lanjut
terhadap status para karyawan yang kini berstatus sebagai bank merger tersebut.
Yang jelas cepat atau lambat akan terjadi gelombang rasionalisasi para karyawan
bank merger tersebut, sebagaimana terjadi bank merger sebelumnya. Agar
rasionalisasi karyawan bank merger tersebut tidak menimbulkan gejolak yang
berarti, sudah selayaknya perlu dipikirkan pola rasionalisasi yang menyejukkan
mereka (smiling rationalization). Kalau pemerintah cukup berhasil
dalam melakukan merger Bank Mandiri, tentunya hal itu juga bisa dilakukan bagi
bank merger yang baru.
Bank Mandiri sebagai hasil merger
dengan 4 bank milik pemerintah lainnya telah memiliki sejarah yang panjang yang
dimulai sejak kemerdekaan Indonesia . Perubahan politik, sosial dan budaya
serta lingkungan global tidak dapat dipungkiri merupakan bagian dari
perjalannya. Budaya pelayanan serta mengutamakan nasabah baru dimulai pada era
deregulasi di tahun 1980-an sampai akhirnya liberalisasi tidak dapat
dihindarkan telah membawa perbankan Indonesia ke dalam pasar global. Budaya
organisasi perbankan secara otomatis dituntut untuk terus mengalami perubahan
ke arah yang lebih kompetitif bukan hanya di pasar domestik tapi di pasar
global.
BAB
IV
Kesimpulan
Bank Mandiri sebagai hasil merger
dari empat Bank milik pemerintah, memiliki peranan yang sangat penting dalam
sejarah kebijakan keuangan di Indonesia, telah mengalami perubahan kebijakan
perbankan sesuai dengan kondisi sosial, politik dan ekonomi Indonesia, tidak
dapat lagi mempertahankan budaya lama yang selama ini telah menjadi stereotip
bank milik pemerintah yang tidak berorientasi kepada pelanggan tetapi lebih
sebagai agen pemerintah. Berbagai upaya dilakukan, antara lain dengan
peningkatan modal, komitmen untuk menjadi Good Corporate Governance, dan juga
dengan implementasi budaya kerja baru. Budaya kerja baru Bank Mandiri telah
menghasilkan penghargaan BankMandiri oleh lembaga peringkat di tingkat Asia
sebagai Bank dengan pelayanan terbaik di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar