BERSAMAAN dengan gencarnya produk kosmetik yang  menawarkan inovasi mutakhir, dunia kecantikan menyerukan suatu langkah  perubahan di jalur hijau. 
Pemanasan global yang menjadi isu  bersama memunculkan berbagai gerakan demi menyelamatkan lingkungan,  termasuk di dunia kecantikan. Produk kosmetik dengan kandungan kimia  tinggi dari pabrikan besar dianggap tidak ramah lingkungan karena proses  pembuatannya mencemari alam.
Dari situlah lahir varian baru, green cosmetics,  rangkaian kosmetik dan perawatan tubuh ramah lingkungan. Kosmetik  organik juga diklaim lebih berkhasiat dibandingkan kosmetik natural  karena mengandung antioksidan 40% lebih banyak.
Selain itu, dibandingkan kosmetik dengan senyawa kimia tinggi, green cosmetics ini lebih cepat diserap tubuh karena sifat bahan-bahannya yang alami. Keuntungan lainnya, dengan menggunakan green cosmetics,  maka kita bisa mengurangi paparan bahan kimia pada kulit. Berdasarkan  fakta tersebut, wajar bila kaum hawa mulai beralih ke kosmetika “hijau”  ini.
Bahkan, sebuah perusahaan survei di Amerika menyebutkan  peminat produk kosmetik dan perawatan organik meningkat sebesar 37% di  kalangan wanita berusia di bawah 35 tahun. Popularitas kosmetik organik  juga semakin meningkat setelah beberapa selebriti seperti Alicia Keys  dan Denise Van Outen beralih ke kosmetik organik, termasuk sering  melakukan perawatan tubuh di Calmia, spa organik di London.
“Saya  memilih kosmetik organik, karena selain aman bagi tubuh, kosmetik ini  juga ramah lingkungan,” tutur Keys, dalam sebuah wawancara. 
Namun, kini bukan hanya isinya yang harus “hijau”, kemasan produk kosmetik organik pun dituntut sama “hijau”-nya. 
“Saya  beralih menggunakan produk kecantikan organik dengan alasan kesehatan,  juga karena ramah lingkungan,” ujar Chloe Jo Davis, seorang blogger yang fokus pada isu vegetarian dan lingkungan. 
“Tapi,  saya mempelajari bahwa produk kecantikan, tidak hanya harus memberikan  khasiat secara maksimal, kemasannya pun harus ikut merepresentasikan apa  yang ada di dalamnya, dan karena itu, untuk produk kecantikan organik,  wajar jika kemasannya pun terbuat dari produk ramah lingkungan,” tutur  Davis. 
Pendapat Davis didukung 40% konsumen yang menggunakan  produk alami untuk kosmetika mereka. Bagi pengguna kosmetik ini,  pertanyaan mengenai siklus kehidupan tidak hanya berkisar pada  elastisitas dan keremajaan kulit, juga apa yang terjadi pada kemasan  kosmetik setelah habis terpakai, akankah hanya teronggok di tempat  penampungan sampah atau menjadi produk baru melalui proses daur ulang. 
Hasil  survei yang dilakukan lembaga penelitian independen Mintel menyebutkan  bahwa satu dari lima wanita berusia 25-34 tahun di Amerika menganggap  kemasan ramah lingkungan sama pentingnya dengan kandungan organik yang  ada di dalam kosmetik yang mereka gunakan. 
Selain itu, studi  tersebut menyatakan bahwa sebanyak 40% perempuan Amerika menjadikan  kemasan ramah lingkungan sebagai salah satu alasan mereka membeli  kosmetik tertentu. Industri kecantikan pun langsung merespons hal  tersebut. 
Selain menetapkan standar organik pada beragam produk  kosmetik, menggunakan bahan-bahan alami, dan meminimalkan penggunaan  senyawa kimia, teknik pengemasan pun lebih diperhatikan, termasuk dengan  menggunakan material seperti bambu atau bahan-bahan daur ulang untuk  kemasan kosmetik.
Sebut saja pelembap muka dari Aveda yang dikemas menggunakan tube dari material daur ulang atau sabun organik Pangea yang dibungkus menggunakan kertas dari serat organik. 
“Kami  menyadari konsumen sekarang lebih berhati-hati,bukan hanya dalam  memilih kandungan dalam produk kosmetik, tapi juga kemasannya,” ujar  John Delfausse, Chief Environmental Officer Estee Lauder.
“Untuk  itu, kami mulai mengembangkan kemasan yang sustainableyang lebih ramah  lingkungan, baik dari segi pembuatan maupun saat sudah tidak digunakan,”  sebutnya. 
Tidak hanya Estee Lauder, Body Shop pun memastikan  produknya benar-benar memberikan benefit bukan hanya bagi konsumen, juga  terhadap lingkungan. Botol White Musk Midnight Iris Eau de Toilette,  produk terbaru Body Shop,mengandung material daur ulang. 
Menurut Delfausse, kemasan kosmetik ramah lingkungan tidak selalu berarti menggunakan bahan-bahan daur ulang.
“Ada  banyak hal yang bisa digali untuk memberikan manfaat bagi lingkungan  hanya dari kemasan sebuah produk, mulai dari isu jejak karbon, efisiensi  energi, atau bagaimana produk tersebut akan kembali didaur ulang  setelah dibuang,” tuturnya, sembari menyebutkan kemasan kosmetik  merupakan salah satu jenis sampah terbanyak di Amerika. 
Delfausse  juga menyebutkan, Estee Lauder telah menjalin kerja sama dengan  beberapa agensi dan organisasi nirlaba yang fokus terhadap  lingkungan.Salah satunya Forest Stewardship Council,yang memberi Estee  Lauder sertifikasi untuk bahan kayu pada aplikator kosmetik, juga pensil  make up.
Sementara, bulu pada kuas aplikator diklaim  Estee Lauder terbuat dari serat alam yang dikombinasikan bersama resin  dari produk daur ulang. 
“Kami juga mengemas produk aplikator dalam kantung dari serat selulosa yang biodegradable,”  papar Delfausse, yang juga menyebutkan Estee Lauder telah mengembangkan  kemasan yang terbuat dari bahan daur ulang seperti bioplastik,  bioresin, dan material organik layaknya serat selulosa yang mudah  terurai di alam. 
Tidak berhenti sampai di situ,perusahaan kosmetik pun melakukan daur ulang untuk kemasan produk yang sudah tidak terpakai.
“Kami  meminta pada konsumen untuk mengembalikan kemasan yang sudah kosong  melalui program daur ulang. Hal ini kami lakukan agar kemasan tidak  memenuhi tempat penampungan sampah,” tutur Delfausse.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar