Seperti menguras ceruk harta karun yang tak ada habis-habisnya.  Demikian keindahan kain-kain Nusantara dieksplorasi habis-habisan selama  seminggu dalam acara Jakarta Fashion Week, yang berakhir pekan lalu.  Kain-kain tradisional itu tak pernah absen sepanjang peragaan. Mulai  kain songket, ikat, tenun, hingga batik. Semuanya mendapat sentuhan dari  para perancang Tanah Air dan menjadi sumber inspirasi busana siap pakai  dengan sentuhan mode terkini. 
Kain-kain itu dieksplorasi tak  terbatas sebagai kain bawahan atau selendang pelengkap kebaya, seperti  yang sudah umum. Namun kreativitas para perancang pun piawai menyajikan  celana, legging, rok, rompi, jaket, gaun malam, dan masih banyak lagi. 
Perancang Stephanus Hamy menyulap kain gendongan, yang memiliki tekstur yang kasar, kaku, dan keras, menjadi baju-baju yang chick dan girly.  Padahal selama ini kain bermotif lurik itu lebih banyak dipakai para  penjual jamu untuk menggendong keranjang bambu yang berisi botol-botol  jamu keliling kampung maupun dibuat sebagai sorjan yang dipakai  masyarakat adat.
Hamy--demikian sapaannya--mengeksplorasi aneka  kain yang dijual murah di pasar-pasar tradisional menjadi rancangan  modern. Kain lurik atau lurek dalam bahasa Jawa, yang artinya  garis atau lajur dan berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan  Yogyakarta, di tangan Hamy menjadi karya modern dan penuh sentuhan  kekinian. Misalnya atasan tanpa lengan maupun lengan pendek yang dipadu  rok dan legging hitam. 
Ada kalanya sentuhan  tradisional sama sekali tak terlihat dengan membuat atasan berbentuk  bujur sangkar, dengan memanfaatkan struktur lurik yang kaku jadi bagian  pundak lurus ke samping. Atasan itu dipadukan dengan rok a-line yang modern sehingga satu-satunya sentuhan tradisional hanya pada kain lurik itu sendiri.
Motif lurik juga ditampilkan oleh Edward Hutabarat dalam peragaan "A  Tribute to Kebaya" pada malam pembukaan. Perancang yang konsisten dengan  pakem kebaya klasik itu merancang motif lurik pada kain katun menjadi  kebaya yang dipadukan dengan celana palazzo dari kain gendongan Pekalongan dengan nuansa warna hijau dalam salah satu koleksinya. 
Oscar Lawalata memakai kain tenun Nusa Tenggara Timur dan kain Dayak  sebagai gaun koktail berbentuk kemben. Awalnya, Oscar mengakui bahwa  kain tenun ini sangat tebal. Maka bersama Laura Miles, perancang tekstil  asal Inggris mengembangkan teknik pembuatan kain yang lebih tipis.  Oscar mengandalkan tekstur dalam koleksi tenunnya dan menyajikan warna fuschia, pink, dan pastel.
Tak kalah seru, perancang senior Ghea Panggabean menyajikan kain  jumputan, songket, kain tenun bermotif Dayak, bahkan kain Gringsing  Bali. Warna-warna cerah menyala pada motifnya dipadukan dengan bahan  hitam polos untuk menciptakan kesan gaya bohemian yang menjadi ciri khasnya. 
Anggota Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Vicky  Soetono, di bawah label Mario & Jo ingin menampilkan semangat muda  yang energetik dengan menggunakan warna-warna dramatis, sentuhan bordir,  dan batik dalam setiap rancangannya. 
Sementara itu, Dee Ong  tampil melalui labelnya, Batik 118. Kain ini dirancang menjadi gaun  malam yang mempesona dengan potongan maxi. Dee Ong menggunakan  batik berbahan sutra untuk menampilkan kesan mewah dalam kain  tradisional. Bertajuk "The Power of Indonesian Batik", Dee Ong  menampilkan 33 koleksi yang memakai batik Jawa, diberi sentuhan akhir  motif serta gaya Sumatera dan Riau.
Tuti Cholid merancang  tunik, baju kurung, dan kebaya melayu dalam sentuhan modern. Tenun Nusa  Penida dan motif ikat cepuk dipadukan dengan potongan modern dalam  koleksi "Exquisite Nature of Andalas". Adapun Widhi Budhimulia  menggunakan tenun Makassar untuk merancang gaun ballroom. 
Sjamsidar Isa, Ketua Dewan Pengurus Ikatan Perancang Mode Indonesia,  mengatakan setelah batik mendapat tempat di masyarakat luas, dia  memprediksi kain tenun dari berbagai daerah segera menjadi tren. "Perlu  kerja sama yang baik antara perancang dan perajin, yang sekarang ini  masih menjadi kendala," ujarnya. AQIDA SWAMURTI/AMANDRA MM

Tidak ada komentar:
Posting Komentar