SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 120/PJ/2010
TENTANG
PENJAMINAN KUALITAS PEMERIKSAAN
KHUSUS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka meningkatkan kualitas,
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan penegakan hukum terhadap Wajib Pajak yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak khususnya dalam rangka penjaminan kualitas
pelaksanaan pemeriksaan khusus, perlu ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
I.
|
UMUM
1.
|
Pemeriksaan Khusus yang dimaksud
pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini adalah Pemeriksaan Khusus
dengan analisis risiko bersifat bottom up (dari bawah keatas).
|
2.
|
Pemeriksaan Khusus dengan
analisis risiko bersifat bottom up (dari bawah ke atas) adalah Pemeriksaan
Khusus berdasarkan hasil analisis risiko terhadap profil Wajib Pajak yang dilakukan
secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan disampaikan kepada Kepala
Kantor Wilayah DJP atasannya untuk mendapatkan persetujuan.
|
3.
|
Analisis risiko adalah kegiatan
yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang
berisiko menimbulkan kerugian penerimaan pajak terutama pada Wajib Pajak
dengan risiko tinggi (high risk) yang dihitung dari potensi penerimaan
pajak yang masih dapat digali (tax revenue at risk).
|
4.
|
Tim Asistensi Analisis Risiko
adalah tim yang melakukan proses asistensi analisis risiko. Proses
asistensi analisis risiko merupakan proses pembahasan atas:
- Analisis Risiko Wajib Pajak
yang dibuat oleh Account Representative (AR) dan telah ditandatangani
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi sebelum diajukan usulan pemeriksaan
khusus; dan
- Konsep Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) sebelum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak terkait yang menjadi dasar
usulan dilakukan Pemeriksaan Khusus.
|
|
II.
|
KEBIJAKAN PEMBUATAN USULAN
PEMERIKSAAN KHUSUS
1.
|
Dalam hal Wajib Pajak diusulkan
untuk dilakukan Pemeriksaan Khusus, usulan pemeriksaan tersebut harus
didasarkan pada Analisis Risiko Wajib Pajak yang dibuat oleh Account
Representative (AR).
|
2.
|
Analisis Risiko Wajib Pajak
dibuat dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran
18.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang
Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan. Terhadap Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang
Pribadi, Analisis Risiko Wajib Pajak dibuat dengan menggunakan formulir
Identifikasi dan Analisis Risiko sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2010 tentang Kebijakan
Penegakan Hukum Terhadap Wajib Pajak Yang Terdaftar Pada KPP Wajib Pajak
Besar Orang Pribadi.
|
3.
|
Analisis Risiko Wajib Pajak
harus dibuat dengan mendasarkan pada data internal berupa profil Wajib
Pajak, termasuk aktivitas himbauan dan konseling yang telah dilakukan atas
profil Wajib Pajak, serta memanfaatkan data eksternal seperti Informasi,
Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP). Di dalam profil Wajib Pajak harus sudah
meliputi data yang berasal dari aplikasi OPDP, PAP3D, dan aplikasi lainnya
termasuk laporan hasil pemeriksaan dan laporan pengamatan untuk tahun-tahun
pajak sebelumnya.
|
4.
|
Sebelum diajukan usulan
pemeriksaan khusus, Analisis Risiko Wajib Pajak yang dibuat Account
Representative (AR) harus dibahas terlebih dahulu oleh Tim Asistensi
Analisis Risiko. Terhadap Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang
Pribadi, proses pembahasan analisis risiko dilakukan oleh Tim Identifikasi
dan Analisis Risiko sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2010 tentang Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap
Wajib Pajak Yang Terdaftar Pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.
|
5.
|
Tim Asistensi Analisis Risiko
dibentuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, yang terdiri dari:
- Kepala Seksi Pengawasan dan
Konsultasi;
- Kepala Seksi Pemeriksaan;
- Pejabat Fungsional Pemeriksa
Pajak; dan
- Account Representative
(AR).
|
6.
|
Pejabat Fungsional Pemeriksa
Pajak yang menjadi anggota Tim Asistensi Analisis Risiko sebaiknya menjadi
bagian dari Tim Pemeriksa Pajak terhadap Wajib Pajak yang akan diusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan khusus tersebut.
|
7.
|
Jangka waktu penyelesaian
pembahasan atas Analisis Risiko Wajib Pajak oleh Tim Asistensi Analisis
Risiko dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal Nota
Dinas Tim Asistensi Analisis Risiko diterbitkan.
|
8.
|
Tata cara pembentukan Tim
Asistensi Analisis Risiko dan pembahasan Analisis Risiko Wajib Pajak adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak ini.
|
9.
|
Hasil pembahasan Tim Asistensi
Analisis Risiko dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pembahasan Tim
Asistensi Analisis Risiko atas Analisis Risiko Wajib Pajak dalam Rangka
Usulan Pemeriksaan Khusus sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
|
10.
|
Berita Acara Hasil Pembahasan
Tim Asistensi Analisis Risiko atas Analisis Risiko Wajib Pajak dalam Rangka
Usulan Pemeriksaan Khusus ditandatangani oleh Tim Asistensi Analisis Risiko
dan disetujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
|
11.
|
Terhadap Analisis Risiko Wajib
Pajak yang tidak dapat diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan Khusus
berdasarkan hasil pembahasan Tim Asistensi Analisis Risiko atas Analisis
Risiko Wajib Pajak dalam rangka usulan Pemeriksaan Khusus, Account
Representative (AR) dapat mengusulkan kembali Analisis Risiko Wajib Pajak
tersebut dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari Tim Asistensi
Analisis Resiko.
|
12.
|
Pengajuan usulan pemeriksaan
khusus dari Kantor Pelayanan Pajak kepada Kantor Wilayah DJP harus
dilampiri dengan Analisis Risiko Wajib Pajak dan Berita Acara Hasil
Pembahasan Tim Asistensi Analisis Risiko atas Analisis Risiko Wajib Pajak
dalam Rangka Usulan Pemeriksaan Khusus.
|
13.
|
Terhadap usulan pemeriksaan
khusus yang diajukan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada Kantor Wilayah DJP
yang tidak dilampiri dengan Analisis Risiko Wajib Pajak dan Berita Acara
Hasil Pembahasan Tim Asistensi Analisis Risiko atas Analisis Risiko Wajib
Pajak dalam Rangka Usulan Pemeriksaan Khusus, Kepala Kantor Wilayah DJP
harus menolak usulan pemeriksaan khusus tersebut.
|
14.
|
Prosedur usulan dan persetujuan pemeriksaan
khusus dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
|
|
III.
|
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KHUSUS
1.
|
Pada saat pelaksanaan proses
pemeriksaan khusus oleh Tim Pemeriksa Pajak, sebelum menyampaikan Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, Tim Pemeriksa
Pajak diwajibkan untuk melakukan pembahasan konsep Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) terkait yang menjadi dasar usulan dilakukan pemeriksaan
khusus dengan Tim Asistensi Analisis Risiko. Terhadap Kantor Pelayanan
Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, pembahasan terhadap konsep Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait yang menjadi dasar usulan dilakukan
pemeriksaan khusus dilakukan antara Tim Pemeriksa Pajak dan Tim
Identifikasi dan Analisis Risiko sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2010 tentang Kebijakan Penegakan
Hukum Terhadap Wajib Pajak Yang Terdaftar Pada KPP Wajib Pajak Besar Orang
Pribadi.
|
2.
|
Tata cara pembahasan konsep
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) antara Tim Pemeriksa Pajak dengan Tim
Asistensi Analisis Risiko adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
|
3.
|
Hasil pembahasan konsep Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) antara Tim Pemeriksa Pajak dengan Tim Asistensi
Analisis Risiko dituangkan pada Berita Acara Hasil Pembahasan atas Konsep
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) antara Tim Asistensi Analisis Risiko dan
Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Surat Edaran
ini.
|
4.
|
Berita Acara Hasil Pembahasan
atas Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) antara Tim Asistensi Analisis
Risiko dan Tim Pemeriksa Pajak dilampirkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP).
|
5.
|
Jangka waktu penyelesaian
pembahasan konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) antara Tim Pemeriksa
Pajak dengan Tim Asistensi Analisis Risiko dilaksanakan paling lama 5
(lima) hari kerja sejak konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterima
oleh Tim Asistensi Analisis Risiko.
|
6.
|
Terhadap Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) yang konsepnya tidak dilakukan pembahasan sebagaimana
yang diatur pada angka III.1 akan dilakukan penelaahan sejawat (peer
review).
|
|
Demikian disampaikan untuk dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 November 2010
Direktur Jenderal,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002
Tembusan :
- Sekretaris Direktorat Jenderal;
- Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Kantor
Pusat;
- Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
Strategi Penyelesaian Pemeriksaan
Khusus
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelesaian, kualitas Pemeriksaan
Khusus, dan merealisasikan rencana penerimaan pemeriksaan, maka ditetapkan hal-hal
sebagai berikut
a.
|
Kepala UP2 harus mengusulkan dan
melaksanakan Pemeriksaan Khusus;
|
b.
|
Usul Pemeriksaan Khusus
diprioritaskan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan/atau Tahun Pajak
setelah Tahun Pajak 2007;
|
c.
|
khusus untuk UP2 di lingkungan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, serta KPP Madya,
Kepala UP2 harus menyampaikan usul Pemeriksaan Khusus yang terkait dengan
transaksi transfer pricing minimal 10 (sepuluh) usulan pemeriksaan
Selanjutnya, dari usulan Pemeriksaan Khusus tersebut, masing-masing UP2 harus
melaksanakan minimal 4 (empat) pemeriksaan terkait dengan transaksi transfer
pricing;
|
d.
|
khusus untuk UP2 di lingkungan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan Kanwil DJP di
Jakarta, Kepala UP2 harus menyampaikan usul Pemeriksaan Khusus terkait dengan
adanya risiko ketidakpatuhan atas transaksi perusahaan dalam satu grup kepada
Kepala Kanwil DJP atasannya. Kepala Kanwil DJP selanjutnya harus
mengoordinasikan usulan maupun pelaksanaan pemeriksaannya dalam bentuk
pemeriksaan simultan dengan melibatkan UP2 lain. Jumlah pemeriksaan simultan pada
setiap Kanwil DJP minimal 1 (satu) pemeriksaan simultan;
|
e.
|
sebelum mengusulkan Pemeriksaan
Khusus, Kepala UP2 harus melakukan seleksi atas analisis risiko yang telah
dibuat oleh Account Representative. Proses seleksi dilakukan berdasarkan
hasil pembahasan yang dilakukan oleh Tim Asistensi Analisis Risiko
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-120/PJ/2010 dan perubahannya;
|
f.
|
usulan Pemeriksaan Khusus yang
dilakukan oleh Kepala UP2 mengacu pada fokus pemeriksaan, baik fokus
pemeriksaan nasional maupun fokus pemeriksaan Kanwil DJP. Namun demikian,
usulan Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak di luar fokus
pemeriksaan, sepanjang terdapat indikasi ketidakpatuhan yang tinggi
berdasarkan hasil analisis risiko atas profil Wajib Pajak tersebut;
|
g.
|
dalam rangka membantu meningkatkan
efektivitas pelaksanaan Pemeriksaan Khusus, Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan dapat menerbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus berdasarkan hasil
analisis risiko yang dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan;
|
h.
|
dalam rangka meningkatkan kualitas
hasil pemeriksaan terkait transfer pricing, Kepala Kanwil DJP harus membentuk
Satuan Tugas Penanganan Transfer Pricing sebagaimana diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2010 dan perubahannya;
|
i.
|
dalam rangka pengendalian mutu
pemeriksaan terkait transfer pricing, setiap UP2 yang melakukan koreksi objek
pajak sehubungan dengan transaksi transfer pricing sebesar Rp50.000.000,000
(lima puluh milyar rupiah) atau lebih harus menyampaikan koreksi tersebut
kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk selanjutnya dilakukan
pengendalian mutu oleh Tim Pengendali Mutu Pemeriksaan Transfer Pricing
sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-369/PJ/2010 dan perubahannya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar