Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian
kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan atau keterangan
lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
(Waluyo, 2007). Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan semenjak KPP Pratama
menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, setiap pemeriksaan harus
dilakukan oleh fungsional pemeriksa pajak.
Setiap calon pemeriksa pajak akan
mendapatkan Diklat Dasar Pemeriksa Pajak dan Diklat Fungsional yang bertujuan
untuk profesionalisme pemeriksa pajak. Berdasarkan modul perkuliahan Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara (2009), pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan pemeriksaan pajak dan penyidikan tindak pidana perpajakan
Tujuan Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 29 ayat 1, tujuan
pemeriksaan pajak antara lain:
a) Pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak secara jabatan;
b) Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak;
c) Pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d) Wajib Pajak mengajukan
keberatan;
e) Pengumpulan bahan guna
penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Neto;
f) Pencocokan data dan atau
alat keterangan;
g) Penentuan Wajib Pajak
berlokasi di daerah terpencil;
h) Penentuan satu atau lebih
tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i) Pemeriksaan dalam rangka
penagihan pajak;
j) Penentuan saat mulai
berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan atau
k) Pemenuhan permintaan
informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Apakah dasar
hukum dari pemeriksaan pajak?- PEMERIKSAAN PAJAK
A.
Dasar Hukum
·
Pasal
29 dan 44 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
·
Peraturan
Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1994 Tanggal 23 Desember 1994
Tentang Pencabutan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1983 tentang
Pendaftaran, Pemberian NPWP, Penyampaian SPT dan Persyaratan Pengajuan
Keberatan dan atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
·
KMK
Nomor 625/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994
tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
·
KMK
Nomor 545/KMK.04/2000 Tanggal 22 Desember 2000
Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
·
KEP - 01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 Tentang
Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
·
KEP - 18/PJ/1995 Tanggal 23 Februari 1995
tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
·
SE - 07/PJ.7/1995 Tanggal 31 Maret 1995
Tentang Kerahahasiaan Bank Dalam Kaitannya Dengan Pemeriksaan Pajak
·
SE - 02/PJ.7/1996 Tanggal 14 Februari 1996
Tentang Penegasan dan Penyempurnaan Ketentuan Pemeriksaan Rutin
·
SE - 18/PJ.7/1996 Tanggal 24 Oktober 1996
Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Dalam Rangka Ekstensifikasi Wajib Pajak
·
SE - 02/PJ.7/1997 Tanggal 7 Februari 1997
Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan PPN dan PPn BM Terhadap Pengusaha
Kena Pajak Pedagang Eceran
·
SE - 12/PJ.73/1997 Tanggal 26 September 1997
Tentang Penegasan atas Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
·
SE - 09/PJ.7/1998 Tanggal 28 Agustus 1998 Tentang
Penegasan atas Pelaksanaan Pemeriksaan/Penyelesaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi/Badan Yang Menyatakan Lebih Bayar
·
SE - 11/PJ.7/1998 Tanggal 19 Oktober 1998
tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Terhadap Wajib Pajak Yang Tempat
Terdaftarnya Berpindah dari KPP Tempat Wajib Pajak Semula Terdaftar ke KPP
Lainnya
·
SE - 06/PJ.7/1999 Tanggal 11 Agustus 1999
Tentang Perlakuan dan Pendekatan Pemeriksaan Terhadap Golongan Wajib Pajak
Serta Penerapan Teknik Sampling Dalam Pemeriksaan Pajak.
·
SE - 04/PJ.43/2000 Tanggal 8 Maret 2000 Tentang
Pemeriksaan Sederhana Lapangan Atas Wajib Pajak Yang Telah Mendapat Izin
Pemusatan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21
·
SE - 04/PJ.5/1986 Tanggal 25 April 1986
Tentang Penjelasan Tentang Bukti Permulaan Adanya Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan
·
SE - 07/PJ.7/2000 Tanggal 17 Juli 2000 Tentang
Implementasi Rencana dan Strategi Pemeriksaan Pajak
·
SE - 07/PJ.7/2002 tentang Penegasan
Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atas Penghapusan NPWP/NPPKP karena
perubahan tempat terdaftar.
·
SE - 01/PJ.7/2003'
target="new_window"
href="../peraturan/view.php?id=0189caa552598b845b29b17a427692d1">SE - 01/PJ.7/2003 Tanggal 1 April 2003 Tentang
Kebijakan Pemeriksaan Pajak (Seri Pemeriksaan 01-03).
·
SE - 02/PJ.7/2003 Tanggal 30 April 2003
Tentang Masa Transisi Penerapan SE - 01/PJ.7/2003'
target="new_window"
href="../peraturan/view.php?id=0189caa552598b845b29b17a427692d1">SE - 01/PJ.7/2003
·
SE - 05/PJ.7/2003 Tanggal 26 September 2003
Tentang Beberapa Penegasan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
·
SE - 06/PJ.7/2004 Tanggal 6 Agustus 2004
Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Dalam Rangka Ekstensifikasi Wajib Pajak.
Jenis – Jenis
Pemeriksaan Pajak
Walaupun anda telah membayar
pajak secara jujur dan juga melaporkan pajak anda secara tepat waktu, resiko
pemeriksaan tetap dapat terjadi pada diri anda.
Pemeriksaan Pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK/04/2000 mempunyai 2 tujuan pokok, yaitu:
Menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan
pembinaan kepada Wajib Pajak; dan Tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan uji kepatuhan
dilakukan dengan cara menelusuri kebenaran SPT yang disampaikan Wajib Pajak,
pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban lainnya dibandingkan dengan
keadaan atau kegiatan Wajib Pajak sebenarnya. Sedangkan pemeriksaan untuk
tujuan lain biasanya dilakukan dalam rangka pemberian atau penghapusan NPWP,
penentuan daerah terpencil, sentralisasi pembayaran pajak dan lain sebagainya.
Adapun menurut jenisnya,
pemeriksaan dapat digolongkan menjadi Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Kriteria
Seleksi, Pemeriksaan Khusus, Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, Pemeriksaan Tahun
Berjalan, dan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
PEMERIKSAAN RUTIN
Sebagaimana namanya, jenis
pemeriksaan ini adalah tugas utama pasukan pemeriksa di Ditjen Pajak. Adapun
kriteria dilakukan Pemeriksaan Rutin adalah sebagai berikut:
1. SPT Tahunan
PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan Lebih Bayar;2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar:
3. Data Prioritas dan atau Alat Keterangan:
4. Terdapat kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium;
5. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan;
a. SPT tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;
b. SPT
Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih
bayar (baik meminta restitusi maupun kompesasi);
6. Wajib
Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
a. SPT
Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku
yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
b. SPT
Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian kembali
aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
c. SPT
Tahunan untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran,
pengambilalihan usaha, atau likuidasi;
7. SPT
Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi menyalahi ketentuan penggunaan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto;
8. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib
Pajak Badan, yang Mengajukan permohonan pencabutan NPWP; atau perubahan tempat
terdaftarnya Wajib Pajak dari suatu KPP ke lain KPP;
9. Wajib
Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan Surat
Teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT, termasuk
SPT kembali pos (kempos) dan Wajib Pajak Kelompok Non Efektif (NE);
10. Wajib
Pajak melakukan kegitan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas
kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;
11. Wajib
Pajak tidak menyampaikan:
a. SPT
Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
b. SPT
Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu
tahun pajak;
12. Wajib
Pajak menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta
pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terutama sehubungan dengan
penyerahan ekspor dan atau penyarahan kepada badan pemungut PPN;
13. SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya
dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya;
14. Wajib
Pajak yang atas permintaan sendiri mengajukan untuk dilakukan pemeriksaan atas
kewajiban perpajakannya, misalnya untuk kepentingan Rapat Umum Pemegang Saham
atau tax clearence;
15. Terdapat
data, termasuk data PBB dan atau BPHTB yang dapat dimanfaatkan untuk
ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);
16. Penentuan
Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;17. Pemusatan tempat terutang PPN.
PEMERIKSAAN KRITERIA SELEKSI
Pemeriksaan Kriteria Seleksi,
yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor
otomatis secara komputerisasi. Yang di maksud dengan skor adalah penjumlahan
bobot seluruh variabel SPT dan Rasio Laporan Keuangan Wajib Pajak atau variabel
lainnya yang mengindikasikan kemungkinan adanya potensi pajak yang belum atau
tidak dilaporkan atau menunjukkan rendahnya tingkat ke-patuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Semakin tinggi skor Anda, maka
perusahaan semakin menjadi prioritas utama untuk diperiksa.
PEMERIKSAAN KHUSUSPemeriksaan Khusus menurut SE-03/PJ.7/2001 dapat dilaksanakan terhadap:
1. Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
2. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pengaduan masyarakat
3. Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
Ada klausul menarik tentang
Pemeriksaan Khusus sesuai SE-03/PJ.7/1996 yaitu apabila Wajib Pajak pada tahun
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan Sederhana Lapangan, maka persetujuan/instruksi
melakukan pemeriksaan khusus tidak dapat diberikan kecuali ada indikasi tindak
pidana.
PEMERIKSAAN WAJIB
PAJAK LOKASISesuai dengan namanya, jenis pemeriksaan ini dilakukan atas Wajib Pajak yang mempunyai cabang atau lebih dari satu tempat usaha.
Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi dapat dilaksanakan sehubungan dengan:
1. SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN menyatakan Lebih Bayar;
2. SPT
Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN tidak disampaikan masing-masing
selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau 3 (tiga) bulan berturut-turut dari
suatu tahun pajak;
3. Permintaan
dari Unit Pelaksanan Pemeriksaan Pajak (UP3) Wajib Pajak Domisili dan atau
usulan dari UP3 Wajib Pajak Lokasi.
PEMERIKSAAN TAHUN
BERJALAN
Pemeriksaan Tahun Berjalan,
yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan
untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis Pajak (all taxes) dan untuk
mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya. Pemeriksaan
Tahun Berjalan dilakukan meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) dan tidak
perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya. Pemeriksaan Tahun Berjalan
dapat dilaksanakan terhadap Wajib Pajak Lokasi berdasarkan pertimbangan Ka
Kanwil DPJ khususnya para pemotong atau pemungut pajak (Withholding) termasuk
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN serta PPnBM. Pemeriksaan Tahun Berjalan
Wajib Pajak dalam rangka ekstensifikasi diperlukan seperti pemeriksaan Wajib
Pajak Lokasi. Pelaksaan Pemeriksaan Tahun Berjalan hanya dapat dilakukan atas masa
pajak sampai dengan bulan Oktober tahun yang bersangkutan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan,
yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Yang dimaksud
dengan bukti permulaan adanya perbutan pidana di bidang perpajakan adalah
bukti-bukti, baik berupa tulisan, perbuatan, keterangan ataupun benda-benda
yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana di bidang perpajakan
telah terjadi atau dilakukan, yang dapat menimbulkan kerugian bagi Negara.
Termasuk dalam
kriteria bukti permulaan adalah:1. Wajib Pajak dengan sengaja tidak mendaftarkan diri.
2. Wajib
Pajak dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak.
3. Wajib Pajak
tidak menyampaikan SPT.
4. Wajib
Pajak dengan sengaja menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
5. Wajib
Pajak dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
6. Wajib
Pajak dengan sengaja tidak bersedia memperlihatkan atau meminjamkan pembukuan,
catatan atau dokumen lainnya.
7. Wajib
Pajak dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Jadi dengan begitu banyak
jenis pemeriksaan di atas, apakah Anda tetap mungkin tidak diperiksa? Walaupun
demikian rinci kriteria pemeriksaan pajak, namun bagaimanapun juga Ditjen
Pajak tidak sembarangan melakukan pemeriksaan pajak kalau memang tidak dianggap
perlu. Apalagi jumlah pelaksana pemeriksaan di lingkungan Ditjen Pajak sangat
terbatas di bandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di Indonesia.
Untuk itu Ditjen Pajak juga memfokuskan diri pada subjek pajak tertentu (baca:
Daftar Rawan Diperiksa Pajak) yang dianggap menghasilkan pemasukan negara cukup
besar alias sepadan antara hasil dengan biaya yang dikeluarkan.
PMK-82/PMK.03/2011 tentang Tatacara Pemeriksaan Pajak
Beberapa
hal yang perlu diketahui pada saat dilakukan pemeriksaan pajak.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENGERTIAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang undangan perpajakan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemeriksaan
Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib
Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemeriksaan
Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemeriksa
Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melaksanakan Pemeriksaan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tanda
Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang
yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa
Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Surat Perintah Pemeriksaan
adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan masih ditemui
masih adanya tanggapan/tindak lanjut atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
telah dilakukan penilaian oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF) ternyata belum
memenuhi criteria penyelesaian tindak lanjut sesuai rekomendasi APF, maka
dengan ini diharapkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Pada saat pelaksanaan pemeriksaan hendaknya pejabat/petugas yang bertanggung
jawab selalu mengadakan komunikasi dengan pihak pemeriksa, sehingga setiap
temuan pemeriksaan betul-betul dapat dimengerti dan dipahami dimana letak kesalahan/kekeliruannya
2.
Terhadap temuan pemeriksaan yang pada saat pemeriksaan dapat ditindak lanjuti
agar ditindak lanjuti dengan segera tidak perlu menunggu sampai pemeriksaan
selesai.
3.
Pada waktu dilaksanakan pembahasan akhir (closing conference) dengan tim
pemeriksa supaya setiap butir temuan pemeriksaan ditelaah dengan cermat dan teliti.
Apabila temuan pemeriksaan telah dilanjuti sebagaimana butir 2 supaya diusulkan
tidak dimasukkan dalam LHP dan temuan pemeriksaan yang belum ditindaklanjuti
agar dilakukan pembahasan sehingga isi temuan dan rekomendasi dapat dimengerti
dan dipahami dengan jelas untuk memudahkan penyusunan bahan tanggapan dan
pelaksanaan tindak lanjut.
4.
setelah selesai pembahasan akhir (closing conference) dengan tim pemeriksa
KPPBB segera
menyusun bahan tanggapan dan menindaklanjuti saran dari pemeriksa sebagaimana terutang dalam rekomendasi. Dalam menyusun bahan tanggapan tersebut supaya berpodoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-175/PJ./1998 tanggal 21 Agustus 1998 tentang tindak lanjut atas hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional dan pengaduan masyarakat.
menyusun bahan tanggapan dan menindaklanjuti saran dari pemeriksa sebagaimana terutang dalam rekomendasi. Dalam menyusun bahan tanggapan tersebut supaya berpodoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-175/PJ./1998 tanggal 21 Agustus 1998 tentang tindak lanjut atas hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional dan pengaduan masyarakat.
5.
Temuan pemeriksaan yang karena satu dan lain hal tidak dapat dapat
ditindaklanjuti supaya dibuat catatan/alasan secara terinci disertai dengan
bukti pendukung.
6.
Temuan pemeriksaan yang tindaklanjutnya memerlukan petunjuk/keterangan dari
pejabat yang berwenang agar segera disampaikan kepada pejabat yang bersangkutan
untuk dimintakan petunjuk/ keterangan lebih lanjut mengenai temuan tersebut.
Dalam menyusun bahan
tanggapan/tindak lanjut disamping memperhatikan dan memahami isi/maksud rekomendasi
juga harus diperhatikan kode temuan itu sendiri, hal ini penting mengingat kode
temuan tersebut sangat menentukan dalam penilaian tanggapan dan tindak lanjut
oleh aparat pengawas fungsional.
Adapun kode temuan
yang ditemukan didalam LHP, serta pelaksanaan tindak lanjutnya, sebagai berikut
:
1.
Temuan
Pemeriksaan dengan kode temuan 0100, yaitu kasus yang merugikan negara :
a. 0110 Ketekoran Kas
b. 0120 Uang/Barang Negara/Badan Usaha diambil untuk kepentingan pribadi;
c. 0130 Pengeluaran fiktif
d. 0140 harga pengadaan/pelaksanaan pekerjaan lebih tinggi dari yang
b. 0120 Uang/Barang Negara/Badan Usaha diambil untuk kepentingan pribadi;
c. 0130 Pengeluaran fiktif
d. 0140 harga pengadaan/pelaksanaan pekerjaan lebih tinggi dari yang
b. semestinya sehingga perlu ada
pengembalian uang;
e. 0150 Tindakan lain pegawai yang menimbulkan kerugian negara.
f. 0160 kelalaian pegawai yang menimbulkan kerugian negara.
Tanggapan
tindaklanjut yang dilakukan adalah sampai dengan pelunasan /penyetoran ke Kas
Negara disertai bukti setor.e. 0150 Tindakan lain pegawai yang menimbulkan kerugian negara.
f. 0160 kelalaian pegawai yang menimbulkan kerugian negara.
2. Temuan pemeriksaan dengan
Kode temuan 0200, yaitu kewajiban penyetoran kepada Negara
a.
0210 Kewajiban penyetoran pajak;
b. 0211 Pajak yang telah dipungut tetapi belum disetorkan ke kas negara sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
c. 0212 Pajak-pajak yang masih harus dipungut dan disetorkan ke kas negara.
d 0213 Tunggakan angsuran pajak yang masih harus disetorkan ke kas negara
e. 0220 Denda atas keterlambatan pekerjaan/pengadaan barang;
f. 0221 Jumlah denda telah diterapkan tetapi belum disetorkan kekas negara;
g. 0222 Jumlah denda yang masih harus ditetapakan tetapi belum disetorkan ke kas negara;
h. 0230 tuntutan ganti rugi kepada pegawai atau pihak ketiga yang masih harus diselesaikan pembayarannya;
i. 0240 sisa beban sementera pada akhir tahun anggaran yang tidak dipergunakan lagi dan
masih harus disetorkan ke kas negara.
j. 0250 kewajiban penyetoran bukan pajak berupa tunggakan penyetoran penerimaan
bukan pajak/pungutan penerimaan lainnya yang menjadi hak negara/Daerah;
k. 0260 kewajiban penyusunan lainnya seperti hasil penjualan barang-barang sewa
alat-alat besar, sewa rumah dinas dsb yang masih harus disetorkan kepada Negara/
daerah.
Tanggapan tindak
lanjut yang dilakukan adalah melaksanakan penagihan sampai dengan lunas disertai
dengan bukti pelunasan.b. 0211 Pajak yang telah dipungut tetapi belum disetorkan ke kas negara sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
c. 0212 Pajak-pajak yang masih harus dipungut dan disetorkan ke kas negara.
d 0213 Tunggakan angsuran pajak yang masih harus disetorkan ke kas negara
e. 0220 Denda atas keterlambatan pekerjaan/pengadaan barang;
f. 0221 Jumlah denda telah diterapkan tetapi belum disetorkan kekas negara;
g. 0222 Jumlah denda yang masih harus ditetapakan tetapi belum disetorkan ke kas negara;
h. 0230 tuntutan ganti rugi kepada pegawai atau pihak ketiga yang masih harus diselesaikan pembayarannya;
i. 0240 sisa beban sementera pada akhir tahun anggaran yang tidak dipergunakan lagi dan
masih harus disetorkan ke kas negara.
j. 0250 kewajiban penyetoran bukan pajak berupa tunggakan penyetoran penerimaan
bukan pajak/pungutan penerimaan lainnya yang menjadi hak negara/Daerah;
k. 0260 kewajiban penyusunan lainnya seperti hasil penjualan barang-barang sewa
alat-alat besar, sewa rumah dinas dsb yang masih harus disetorkan kepada Negara/
daerah.
3. Temuan pemeriksaan dengan
kode temuan 0300, yaitu Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
a.
0310 Bidang teknis tertentu;
b. 0320 Bidang kepegawaian;
c. 0330 Bidang perlengkapan;
d. 0340 Pengelolaan Badan Usaha (BUMN/BUMD);
e. 0350 Lainnya.
4. Temuan
Pemeriksaan dengan kode temuan 0400, yaitu Pelanggaran terhadap prosedur dan
tata kerja yang telah ditetapkan berlaku khusus bagi organisasi yang
bersangkutan.b. 0320 Bidang kepegawaian;
c. 0330 Bidang perlengkapan;
d. 0340 Pengelolaan Badan Usaha (BUMN/BUMD);
e. 0350 Lainnya.
a. 0410 Ketentuan-ketentuan Intern organisasi objek yang diperiksa;
b. 0420 ketentuan khusus berlaku bagi organisasi yang bersangkutan;
5. Temuan Pemeriksaan dengan kode temuan 0500, yaitu Penyimpangan dari ketentuan pelaksanaan anggaran.
a. 0510 Penyimpangan dari Keppres Pedoman pelaksanaan APBN/APBD;
b. 0520 Penyimpangan dari pedoman pelaksanaan anggaran lainnya.
6. Temuan Pemeriksaan dengan kode temuan 0600, yaitu Hambatan terhadap kelancaran proyek:
a. 0610 Pelaksanaan pekerjaan Proyek menyimpang dari jadual.
b. 0620 selesainya proyek menyimpang dari jadual.
7. Temuan Pemeriksaan dengan kode temuan 0700, yaitu hambatan terhadap kelancaran tugas pokok :
a. 0710 Penyimpangan dari jadual waktu selesainya tugas pokok;
b. 0720 Tidak diselenggarakannya atau tidak diselenggarakan sesuatu baik satu atau
lebih tugas dan fungsi satuan kerja;
8. Temuan Pemeriksaan dengan kode temuan 0800, yaitu kelemahan administrasi (kelemahan tatausaha/akuntansi)
a. 0810 kelemahan administrasi keuangan;
b. 0811 kelemahan dalam pedoman atau sistem pencatatan;
c. 0812 Kelemahan dalam pelaksanaan pencatatan atau pelaksanaan PAI;
d. 0813 Bukti-bukti pencatatan tidak lengkap;
e. 0814 Pelaporan tidak ada, tidak sesuai standar, tidak dilaksanakan atau
f. 0815 Penyimpanan dokumen keuangan menyulitkan pencarian kembali;
g. 0820 Kelemahan administrasi non keuangan;
h. 0821 Kelemahan dalam pedoman atau sistem pencatatan;
i. 0822 Kelemahan dalam pelaksanaan pencatatan;
j. 0823 Bukti-bukti pencatatan tidak lengkap;
k. 0824 Pelaporan tidak dilaksanakan, tidak ada atau mengalami kelambatan;
l. 0825 Penyimpanan dokumen non keuangan menyulitkan pencarian kembali.
9. Temuan Pemeriksaan dengan kode temuan 0900, yaitu Ketidaklancaran pelayanan kepada masyarakat.
a. 0910 ketidaklancaran dalam menerbitkan perijinan kepada masyarakat/instansi yang
berwenang pada Departemen/pemda seperti ijin Usaha Ijin pemakaian tempat Ijin
menggunakan peralatan, Ijin mengolah atau menguasai kekayaan alam ijin Praktek
dsb.
b. 0920 Ketidaklancaran aparatur pemerintah BUMN/BUMD dalam memberikan pelayanan
sebagai tugas pokoknya kepada masyarakat.
10. Temuan pemeriksaan dengan kode temuan 1000, yaitu Temuan Pemeriksaan lainnya
a. 1010 Hambatan kelancaran Program Pembangunan;
b. 1020 Pelaksanaan Tugas belum efisien;
c. 1030 Pelaksanaan Pengadaan sumberdaya belum hemat;
d. 1040 Pencapaian tujuan belum efektif;
e. 1050 Produktifitas masih rendah;
f. 1060 Temuan lainnya belum ada kelompok).
Untuk butir 3 s.d 10 tanggapan/tindaklanjut yang dilakukan adalah sesuai dengan rekomendasi/saran Aparat Pengawas Fungsional (APF) berupa langkah-langkah perbaikan sistem Implementasi di lapangan
Dalam menilai
tanggapan/tindak lanjut SHP/LHP dan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan
laporan dari objek pemeriksaan (obrik), terdapat beberapa kriteria penilaian
dari aparat pengawas Fungsional, antara lain : 1. telah ditindaklanjuti tuntas
(TPL) , tanggapan/tindak lanjut dan bukti pendukung dari DJP sudah sesuai
dengan isi/maksud rekomendasi APF.
2.
Tindak lanjut masih dalam proses (TPD II) tanggapan/tindak lanjut dan bukti
pendukung dari DJP masih kurang sesuai dengan isi/maksud rekomendasi APF, masih
menunggu tanggapan/bukti pendukung tambahan (misalnya bukti pelunasan
PBB/STTS).
3.
Belum ada tindak lanjut sama sekali (TPD I), kelalaian atau keterlambatan dalam
menanggapi menindaklanjuti temuan pemeriksaan, tanggapan/tindak lanjut tidak
segera disampaikan pada waktunya.
4.
Tidak dapat ditindaklanjuti (TPTD), karena sesuatu dan lain hal sehingga Temuan
Pemeriksaan tidak dapat ditindaklanjuti dapat disebabkan terjadi kelemahan
temuan, tanggapan harus disertai alasan-alasan serta bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya di satu sisi, di sisi lain pada saat closing
conference pejabat dari objek pemeriksaan telah menyetujui adanya temuan.
Sebagaimana diketahui, bahwa
Temuan Pemeriksaan berawal dari adanya ketidaksesuaian antara aturan yang
berlaku dengan pelaksanaannya dilapangan (lihat diagram Proses Pelaksanaan
Tindak Lanjuti terlampir), oleh karena itu selain menyusun tanggapan/menindaklanjuti
SHP/LHP sesuai dengan rekomendasi juga harus dilakukan perbaikan-perbaikan
terhadap penyebab timbulnyaTemuan Pemeriksaan antara lain
sebagaimana dimaksud dalam surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.6/1998 Tanggal 20 Juli 1998 perihal Tindak Lanjut Temuan Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Direktorat Departemen Keuangan RI.
sebagaimana dimaksud dalam surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.6/1998 Tanggal 20 Juli 1998 perihal Tindak Lanjut Temuan Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Direktorat Departemen Keuangan RI.
1. Lebih
baik kelebihan pajak tidak saya klaim daripada SPT saya menjadi lebih bayar dan
saya akan repot diperiksa. Mitos ini salah. Pemeriksaan pajak tidak hanya
didasarkan pada SPT lebih bayar. Walaupun laporan audit Anda wajar tanpa
pengecualian, memasukan SPT Anda dapat di lakukan Pemeriksaan Sederhana Kantor
(PSK) selama 2 bulan. Anda akan rugi 2 kali jika mempercayai mitos ini, karena
Anda kehilangan kesempatan untuk mengklaim kredit pajak Anda dan tetap diperiksa.
Wah…..
2. Percuma
membuat rekonsiliasi komersial fiskal sesuai aturan, toh nanti tetap saja
fiskus mencari-cari koreksi semau dia.
Mitos
ini salah. Justru Anda akan rugi jika tidak membuat rekonsiliasi sesuai
peraturan, karena akan muncul koreksi yang menyebabkan Anda harus membayar
denda cukup besar. Jika Anda tidak berbuat curang. Anda tidak usah takut.
3. Jangan
memakai konsultan saat diperiksa, karena fiskus tidak senang kita di dampingi
oleh konsultan. Mitos ini salah , karena justru konsultan pajak yang
terdaftar dan bersertifikat dapat memberikan masukan kepada anda setiap saat
dalam menghadapi pemeriksaan pajak.
4. Santai
sajalah saat diperiksa, bisa cincay lah . Mitos ini salah. Pemerintah dalam hal
ini Dirjen pajak sejak dulu tidak mentolerir prilaku ini. Lagi pula kenapa
mesti cincay kalau anda tidak berbuat curang. Kalau pun Anda harus membayar
pajak karena ketidaktahuan Anda dalam menerapkan peraturan , ajukan saja
permohonan penghapusan / keringanan denda. Sepanjang Anda memang tidak berniat
curang, Dirjen pajak sesuai dengan kewenangan yang di berikan oleh undang-
undang pasti akan mengabulkan permohonan Anda berdasarkan rasa keadilan .
5. Menghadapi
pemeriksaan pajak sama seramnya dengan menghadapi kematian. Mitos ini salah.
Jika selama ini Anda alergi terhadap pajak bisa jadi karena Anda kurang
mendapatkan informasi yang seharusnya tentang pajak.
Cara Menghadapi Pemeriksaan Pajak
1. Jangan Menyepelekan Masalah Pajak.
Perasaan menyepelekan sesuatu akan membuat Anda menjadi lengah dan ceroboh. Hal itu akan mempersulit dan merugikan Anda.
2. Jangan berbuat atau berniat curang.
Perbuatan curang akan
menurunkan kredibilitas Anda di mata fiskus (aparat pajak). Turunnya
kredibilitas membuat fiskus akan selalu curiga dengan seluruh aspek pajak yang
akan Anda kerjakan. Tentu saja hal ini akan merepotkan Anda di masa mendatang.
Jika Anda tidak mampu membayar pajak, lebih baik Anda datang kepada fiskus dan
meminta jalan keluar. Mungkin Anda akan memperoleh pengurangan pembayaran
cicilan, bahkan pengampunan pajak sekalipun. Kejujuran Anda akan di hargai
sekali oleh fiskus.
3. Kerjakan PR Anda
setiap hari.
Seringkali kita menunda
pekerjaan seperti pencatatan atau pembukuan transaksi. Pekerjaan yang
sebenarnya bisa Anda selesaikan 1 jam sehari bisa jadi memakan waktu satu
minggu jika di kerjakan di akhir bulan. Belum lagi di butuhkan keakuratan
ingatan Anda untuk memutar ulang transaksi selama 1 bulan.
4. Simpan dan
dokumentasikan bukti-bukti dengan baik.
5. Bukti
transaksi berupa kuitansi, bon pembelian, SSP, Faktur Pajak, Bukti Pemotongan,
dan lain sebagainya harus Anda simpan di tempat yang mudah Anda cari. Jangan
biarkan bukti tersebut melekat pada Jurnal Voucher Anda. Jadi buatlah copy dan
simpan dokumen asli di tempat yang aman. Perlu Anda ingat, pada saat
pemeriksaan, ucapan dan argumentasi Anda bisa jadi tidak akan di dengarkan oleh
fiskus jika tidak disertai dengan bukti-bukti.
6. Usahakan
sesedikit mungkin transaksi tunai. Transaksi melalui perbankan akan membantu
meringankan pekerjaan pembukuan Anda. Kita tinggal meminta bank statement kapan
saja . Fiskus cenderung mempercayai bukti yang dikeluarkan oleh perbankan pda
saat memeriksa Anda.
7. Update-lah
pengetahuan perpajakan Anda. Jangan malas memperdalam pengetahuan perpajakan
Anda. Saat ini Anda dengan mudah mengkoleksi buku peraturan pajak,
mengikuti peraturan pajak, mengikuti pelatihan pajak atau seminar perpajakan.
Pengetahuan Anda tentang pajak akan membantu Anda saat diperiksa. Sama seperti
Anda. Fiskus kadang lupa tentang perlakuan pajak suatu transaksi. Dengan
demikian Anda akan terhindar dari koreksi-koreksi yang tidak perlu. Selama ini
banyak perusahaan beranggapan bahwa urusan pajak adalah urusan bagian keuangan.
Anggapan ini salah. Keawaman bagian lain seperti bagian hukum, HRD, pengadaan
tentang pajak akan membuat bengkak biaya pajak Anda. Justru bagian keuangan
adalah filter paling akhir dari suatu transaksi.
8. Tanyakan
pada ahlinya. Jangan sok tau. Lebih aman Anda mempunyai konsultan atau teman
yang dapat di ajak berdiskusi dan berkonsultasi mengenai masalah yang Anda
hadapi. Anda juga bisa meminta bantuan bagian Penyuluhan Kantor Pelayanan Pajak
di kota Anda. Mereka dengan senang hati akan membantu memberikan jalan keluar.
Jika belum puas, Anda masih dapat menulis surat pertanyaan kepada Pusat
Penyuluhan Ditjen Pajak di Jakarta
9. Buatlah
tax calendar. Tax calendar berfungsi untuk mengingatkan Anda tanggal-tanggal
penting dalam siklus Administrasi perpajakan. Hal ini akan mencegah Anda lupa
membayar pajak atau lupa melaporkan pajak. Sekali lagi bukan masalah denda yang
memang tidak seberapa, tetapi semakin banyak kesalahan yang Anda perbuat,
kredibilitas Anda akan semakin turun di mata fiskus.
10. Cek
sekali lagi. Ketelitian Anda dalam mengerjakan administrasi Anda bisa
memperkecil kemungkinan Anda di periksa oleh fiskus. Oleh karena itu, sempatkan
mengecek ulang apa-apa yang telah Anda kerjakan.
11. Konsultan
terbaik Anda adalahAnda sendiri.
Sejago-jagonya seorang
konsultan, dia tidak sedang mengerjakan pajaknya sendiri, tetapi pajak Anda
kecuali tentu saja bila konsultan tersebut merangkap suami atau isteri Anda.
Bisa jadi Anda memang memerlukan konsultan, namun Anda tidak boleh tergantung
habis kepada mereka. Bayangkan jika pada saat yang sama seluruh tim konsultan
Anda sakit dan terpaksa harus diganti oleh tim lain yang tidak Anda kenal.
Hal-hal yang harus
Anda perhatikan pada saat mengerjakan administrasi pajak Anda adalah :
1. Jaga
konsistensi perlakuan pajak
Anda
dari tahun ke tahun. Ketidakkonsistenan pemakaian metode penyusutan
misalnya akan memberi kesempatan fiskus melakukan koreksi fiskal pada SPT Anda.
2. Bukukan
pendapatan dan biaya pos yang seharusnya. Jangan jadikan pos “Pendapatan/Biaya
Lain” menjadi tempat sampah pembukuan Anda. Hal ini cenderung merangsang fiskus
untuk mengkoreksi pos tersebut.
3. Bagi
WP Badan, pisahkan biaya-biaya yang bersifat untuk kepentingan pribadi.
Pemisahan akan mencegah fiskus untuk melakukan koreksi yang tidak perlu.
4. Buatlah
navigasi atau referensi sehingga Anda mudah menemukan dokumen pendukung atau
mengingat sejarah transaksi yang bersangkutan. Keragu-raguan Anda saat
menghadapi pemeriksaan akan mengundang kecurigaan fiskus.
5. Laporkan
seluruh penghasilan dan biaya Anda, baik yang diperoleh dari pekerjaan / usaha,
dari sewa, hadiah, hobi dan lain sebagainya.
6. Saat
mengisi SPT jangan langsung di ketik dulu, sehingga jika ada kesalahan dapat
segera di perbaiki. Sebaiknya Anda menyiapkan cadangan formulir pajak yang di
perlukan untuk berjaga-jaga. Formulir ini dapat Anda minta di KPP setempat atau
Anda buat sendiri.
7. Cek
ulang penjumlahan, pengurangan dan perkalian dalam SPT Anda. Ingatlah bahwa SPT
Anda adalah pintu gerbang pertama pemeriksaan pajak. Jika fiskus sudah
menemukan cacat di pintu Anda, kemungkinan besar mereka akan datang dan
mengetuknya.
8. Sebelum
Anda kirim ke kantor pajak, cek kelengkapan SPT Anda sekali lagi. Apakah Anda
sudah melampirkan Surat Setoran Pajak ? Rekonsiliasi Komersial Fiskal ?
Perhitungan Penyusutan ? Surat Pernyataan ? Apakah lembar SPT Anda sudah di
tanda tangani ?
9. Jika
semua sudah Anda kerjakan, Anda bisa mengantar SPT Anda langsung ke KPP
setempat. Jika Anda tidak mempunyai waktu luang, kirimkan melalui pos tercatat.
Jangan lupa menyimpan resi pengiriman SPT Anda di tempat yang aman.
1. Pemeriksaan
harus dihadapi dengan sopan seperti layaknya kita menyambut seorang tamu .
Jangan menugaskan bawahan Anda untuk menemui mereka pada saat pertama kali.
Perkenalkanlah mereka dengan staf dan konsultan Anda. Tunjukkan bahwa
kedatangan mereka memang sudah Anda tunggu. Inilah kesempatan emas untuk
membuat mereka terkesan dengan niat baik Anda. Kesan awal yang baik cenderung
makin membaik di kemudian hari. Ini akan membantu Anda saat nanti harus
bertukar pendapat mengenai perlakuan perpajakan.
2. Jika
mereka meminta dokumen asli, mintalah waktu untuk mengkopi dokumen tersebut.
Buatkan tanda terima secara rinci perdokumen yang akan Anda serahkan. Jika Anda
masih memerlukan dokumen tersebut saat ini, berikanlah kopi dokumen dengan
sepengetahuan mereka .
3. Jangan
keburu pusing jika koreksi awal yang disodorkan jauh lebih besar dari perkiraan
Anda. Mintalah waktu untuk meneliti koreksi tersebut. Jika ada koreksi yang
tidak jelas, jangan menunda untuk meminta penjelasan. Ingatlah bahwa perbedaan
persepsi terhadap peraturan pajak di Indonesia adalah hal yang biasa. Ajak
pemeriksa untuk memandang masalah dari sudut pandang dan persepsi Anda. Sekali
lagi, yang penting Anda tidak berniat atau berbuat curang.
4. Berikanlah
sanggahan secara tertulis dengan disertai bukti yang kuat . Jika tetap tidak
terdapat kesepakatan persepsi mengenai koreksi tersebut, mintalah waktu untuk
bertemu dengan atasan tim pemeriksa atau kepala kantor. Sampaikan sanggahan
Anda atas koreksi tim pemeriksa dengan baik. Jika Anda belum puas, Anda dapat
datang ke Kantor Pusat Ditjen Pajak ( atau lewat surat) untuk memperoleh
penegasan atas masalah yang Anda hadapi .
1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 watt atau lebih;
2. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.300.000,- atau lebih;
3. Pemilik
mobil dengan nilai Rp.200.000.000,- atau lebih, atau pemilik motor dengan nilai
Rp.100.000.000,- atau lebih;
4. Pemegang
Paspor Indonesia, kecuali pemegang Paspor Haji dan Pemegang Paspor Tenaga Kerja
Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut);
5. Tenaga
Kerja Asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
6. Karyawan
lokal kedutaan besar asing atau organisasi internsional;
7. Pemilik
tanah dan atau bangunan dengan nilai jual Objek pajak (NJOP) Rp.1.000.000.000,-
atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP;
8. Data
orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan
dari laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari Notaris
dengan nilai Rp.60.000.000,- atau lebih;
9. Pemilik
telepon selular pasca bayar;10. Pemegang kartu kredit;
11. Pemegang polis atau premi asuransi;
12. Pemegang keanggotaan Golf;
13. Artis;
14. Pemilik atau Penyewa ruang apartemen atau kondominium;
15. Pemilik kapal pesiar atau “yacht”, “speed boat”, dan pesawat terbang;
16. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa;
17. Pemilik rumah sewa dan kost;
18. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima dividen;
19. Pemilik
atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan atau
perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan
industri atau sentra ekonomi lainnya;
20. Subjek
pajak yang berdasarkan data pada lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), telah
memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar