PAJAK DAERAH
1. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah,
yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pajak daerah adalah
iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan
undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan
peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.
JENIS-JENIS PAJAK DAERAH
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak
provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pajak Provinsi
|
Pajak Kabupaten/Kota
|
- Pajak
Kendaraan Bermotor
- Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
- Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak
Air Permukaan
- Pajak
Rokok
|
- Pajak
Hotel
- Pajak
Restoran
- Pajak
Hiburan
- Pajak
Reklame
- Pajak
Penerangan Jalan
- Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan
- Pajak Parkir
- Pajak Air Tanah
- Pajak Sarang Burung Walet
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
|
Sumber :
UU No 28 Tahun 2009
a.
Pajak yang Dikelola Provinsi
Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh
provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
1)
Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya
yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber
daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan
roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang
dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi
menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :
a.
untuk
kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen)
dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);
b.
untuk
kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen).
Sedangkan tarif Pajak Kendaraan
Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga
sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan
lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).
Kemudian Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi
sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
2)
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak
atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar
menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a. penyerahan pertama
sebesar 20% (dua puluh persen) dan
b. penyerahan kedua dan
seterusnya sebesar 1% (satu persen).
Khusus untuk kendaraan bermotor
alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif
pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a.
penyerahan
pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan
b.
penyerahan
kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).
3)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor
adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan
bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar
kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih
rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi
(Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
4)
Pajak Air Permukaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di
darat. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24
Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009).
5)
Pajak Rokok
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut
oleh Pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
dari cukai rokok. Pajak
Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 29
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Penerimaan pajak rokok, baik bagian
Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang
berwenang ( Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
B.
PAJAK YANG DIKELOLA KABUPATEN/KOTA
PAJAK PARKIR
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang
tidak bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling
tinggi sebesar 30% (Pasal 65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
A. Pengertian
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan penyelenggaraan
tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha termasuk penyediaan penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan
bermotor yang menurut bayaran. Pembayaran pajak parkir tidak mutlak ada pada
seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di indonesia. Hal ini berkaitan
dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk
mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota untuk dapat
dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota pemerintah daerah harus terlebih
dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak parkir yang akan menjadi
landasan hukum operasional dan teknis dalam teknis pelaksanaan dan pengenaan
dan pemungutan pajak parkir didaerah kabupaten atau kota yang bersangkutan
dalam kemampuan pajak parkir terdapat beberapa terminologi yang perlu
diketahui.
- Tempat
parkir adalah tempat parkir diluar bidan jalan, yang disediakan oleh orang
pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan generasi
kendaraan bermotor yang menurut bayaran.
- Pembayaran
adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas
penyerahan barang atau jasa pembayaran kepada penyelenggaraan tempa
parkir.
- Pengusaha
parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha
parkir atau jenis lainnya pada gedung peralatan milik pemerintah / swasta
orang pribadi atau badan yang dijadikan tempat parkir untuk dan atas
namanya sendiri atau atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
- Gedung
parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat penyimpan kendaraan dan
tempat mengeluarkan kendaraan kendaraan yang berupa gedung milik
pemerintah, swasta, orang pribadi atau badan yang dikelola sebagai tempat
parkir kendaraan.
- Peralatan
parkir adalah peralatan milik pemerintah, swasta, orang pribadi atau badan
diluar badan jalan atau dikelola sebagai tempat parkir.
- Garasi
adalah bangunan atau ruang yang dipakai untuk menyimpan kendaraan bermotor
yang dipungut bayaran.
B.
Dasar Hukum Pemungutan Pemungutan Pajak Parkir
Dasar
hukum pemungutan pajak parkir pada suatu kabupaten atau kota sebagaimana
dibawah ini UU No. 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas UU No. 18 tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
- Peraturan
pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.
- Peraturan
daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak parkir.
- Keputusan
Bupati / Walikota yang mengatur tentang pajak parkir sebagai aturan
pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak parkir pada kabupaten/kota yang
dimaksud.
C.
Objek Pajak Parkir
- Objek
pajak parkir
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir
diluar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor
dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir
diluar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah :
- Gedung
Parkir
- Peralatan
Parkir
- Garasi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran
- Tempat
penitipan kendaraan bermotor
- Bukan
objek pajak parkir
Pada pajak parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir
dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak
yaitu :
- Penyelenggaraan
tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah penyelenggaraan
tempat parkir oleh BUMN dan BUMD tidak dikecualikan sebagai objek pajak
parkir.
- Penyelenggaraan
tempat parkir oleh kendaraan, konsulat, perwakilan negara asing, dan
perwakilan lembaga internasional dengan asas timbal balik.
- Penyelenggaraan
tempat parkir lainnya yang diatur dengan peralatan daerah, antara lain
penyelenggaraan tempat parkir ditempat peribadatan dan sekolah dan
tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati dan walikota.
D.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Parkir
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melaksanakan pembayaran atas tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha
yang menyediakan tempat parkir dengan pungut bayaran. Pengusaha tersebut secara
otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus membayar pajak parkir yang
terutang. Konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek pajak
yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha yang menyediakan tempat
parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi
kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen.
E.
Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Parkir
1. Dasar pengenaan pajak parkir
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau
yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dasar pengenaan pajak
didasarkan pada klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekwensi kendaraan
bermotor, setiap kendaraan bermotor yang parkir ditempat parkir diluar badan
jalan akan dikenakan tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola. Tarif parkir
ini merupakan pembayaran yang harus diserahkan oleh pengguna tempat parkir
untuk pemakaian tempat parkir. Tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola
tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran disesuaikan tarif parkir
yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten.
2. Tarif pajak parkir
Tarif parkir ditetapkan paling tinggi se besar 20% dan
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan pemberian keleluasaan kepada pemerintah kabupaten / kota untuk
menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi misalnya daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kota/kabupaten diberi kewenangan
untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kota /
kabupaten lainnya, asalkan tidak lain dari 20%.
3. Perhitungan Pajak Parkir
Pajak
Terutang = Tarif pajak x dasar pengenaan
pajak = Tarif pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir.
F. Masa pajak, tahun pajak, saat tentang pajak, dan
wilayah pemungutan pajak parkir.
Pada pajak parkir, masa pajak merupakan jangka waktu yang
lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan
dengan keputusan Bupati/Walikota. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya
satu tahun takwim kecuali apabila wajib pajak menggunakan tahun buku yang sama
dengan tahun takwim.
Pajak yang terutang merupakan pajak parkir yang harus
dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat. Dalam masa pajak, atau dalam tahun
pajak menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak parkir yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.
Pajak parkir yang terutang dipungut diwilayah kabupaten/kota
tempat penyelenggaraan parkir diluar badan jalan berlokasi. Hal ini terkait
dengan kewenangan pemerintah kabupaten / kota yang hanya terbatas atas setiap
tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran yang berlokasi dan
terdaftar dalam lingkup wilayah administrasi.
G.
Pengukuhan Pendaftaran dan Pendapat
1. Pengukuhan wajib pajak
Wajib pajak parkir wajib melaporkan usahanya kepada
Bupati/Walikota dalam praktik umumnya kepada Dispenda kabupaten/kota, dalam
jangka waktu tertentu. Misalnya selambat-selambatnya 30 hari sebelum dimulai
kegiatan usaha, untuk di kukuhkan dan diberi nomor pokok wajib pokok daerah
(NPWP).
Surat keputusan yang dikeluarkan oleh kepala Dispenda
kabupaten/kota tidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat terutang pajak
parkir, tetapi hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi petugas
pendapatan daerah.
3. Pendaftaran dan Pendapatan
Untuk mendapatkan data wajib pajak dilaksanakan pendaftaran
dan pendapatan terhadap wajib pajak kegiatan wajib pajak kegiatan pendaftaran
dan pendapatan diawali dengan mempersiapkan dokumen yang diperlukan berupa
formulir pendaftaran dan pendapatan, kemudian diberikan kepada wajib pajak
setelah dokumen disampaikan wajib pajak mengisi formulir pendapatan dengan jelas,
lengkap serta mengembalikan kepada petugas.
H. Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD)
Wajib pajak parkir wajib melaporkan kepada bupati/walikota,
dalam praktik sehari-hari adalah kepada dinas pendapatan daerah kabupaten /
kota, terutang perhitungan, pemungutan dan pembayaran pajak parkir yang
terutang. Wajib pajak yang telah memiliki NPNPD setiap awal masa pajak wajib
mengisi SPTPD. SPTPD diisi dengan jelas, lengkap dan benar serta ditanda
tangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan sampaikan kepada walikota atau
bupati atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
Bupati atau walikota atas permohonan wajib pajak dengan
alasan yang sah dan dapat diterima dapat memperpanjang yang penyampaiannya
SPTPD untuk jangka waktu yang diatur dan peraturan daerah.
I. Cara Pemungutan, Penetapan
dan Ketetapan Pajak
1. Cara pemungutan pajak parkir
Pemungutan pajak parkir tidak dapat di borongkan artinya
seluruh proses kegiatan pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada
pihak ketiga, walaupun demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir
perpajakan, pengiriman suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek
dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga
adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak yang terutan, pengawasan penyetoran
pajak dan penagihan pajak.
2. Penetapan pajak parkir
Berdasarkan SPTPD yang disampaikan oleh wajib pajak dan
pendapatan yang dilakukan oleh petugas Dispenda, bupati atau walikota atau
pejabat yang ditunjuk oleh bupati datau walikota menetapkan pajak parkir yang
tertutup dengan menerbitkan surat ketetapan pajak daerah (SKPD). SKPD harus
dilunasi oleh wajib pajak paling lama 30 hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib
pajak atau jang waktu lain yang ditetapkan oleh bupati/walikota.
3. Ketetapan pajak
Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya
pajak, bupati/walikota dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN. Surat
ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atas SPTPD yang disampaikan
oleh wajib pajak. Penerbitan surat ketetapan pajak ini untuk memberikan
kepastian hukum apakah perhitungan dan pembayaran pajak yang dilaporkan wajib
pajak dalam SPTPD telah memenuhi peraturan perundang-undangan pajak daerah atau
tidak.
4. Surat tagihan pajak daerah (STPD)
Bupati / Walikota dapat menerbitkan STPD jika pajak parkir
dalam tahun perjalan tidak atau kurang dibayar, hasil penelitian SPTPD terhadap
kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan salah hitung dan wajib
pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Sanksi
administrasi berupa bunga dikenakan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang
bayar pajak yang terutang, sedangkan sanksi administrasi berupa denda dikenakan
karena tidak dipenuhinya ketentuan formal, misalnya tidak atau terlambat
menyampaikan SPTPD. Selain ketentuan diatas, bupati atau walikota juga dapat
menerbitkan SPTPD apabila kewajiban pembayaran pajak terutang dalam SKPDKB atau
SKPDKBT tidak dilakukan atau tidak sepenuhnya dilakukan oleh wajib pajak. STPD
juga merupakan saran yang digunakan untuk menagih SKPDKB atau SKPDKBT yang
tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran
pajak dan SKPDKB atau SKPDKBT.
J.
Pembayaran dan Penagihan Pajak Parkir
1. Pembayaran pajak parkir
Pembayaran pajak parkir yang terutang dilakukan ke kas
daerah, bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh bupati/walikota sesuai waktu
yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, yang ditunjuk hasil penerimaan
pajak harus disetor ke kas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu
yang dilakukan oleh bupati/walikota.
2. Penagihan pajak parkir
Apabila pajak parkir yang terutang tidak dilunasi setelah
jatuh tempo pembayaran, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk akan
melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak
terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD dan surat keputusan pembentukan,
surat keputusan keberatan, dan keputusan banding yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah. Penagihan pajak yang dilakukan dengan terlebih
dahulu memberikan surat teguran atau peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan penagihan pajak surat teguran atau surat peringatan
pajak, dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota. Dalam
jangka waktu tujuh hari surat teguran atau surat peringatan atau
surat lain yang sejenis diterimanya wajib pajak harus melunasi pajak yang
terutang.
K. Pembetulan,
Pembabatan, Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan, atau Pengurusan Sanksi
Administrasi
Bupati / walikota, karena jabatan atas permohonan wajib
pajak dapat ;
- Membetulkan
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung dan kekeliruan dalam penerapan peraturan
per UU perpajakan.
- Mengungkapkan
atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
- Mengungkapkan
atau menghapus sanksi administrasi berupa biaya dendan, dan kenaikan pajak
yang terutang jika sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan dan bukan
karena kesalahan.
L.
Keberatan dan Banding
1. Keberatan
Wajib pajak parkir yang tidak puas atas ketetapan pajak yang
dilakukan oleh bupati/walikota dapat mengajukan keberatan hanya kepada
bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam
surat ketetapan pajak atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga tidak sebagaimana
mestinya wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada bupati/walikota
yang menerbitkan surat ketetapan pajak.
Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari
ketetapan dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar menurut
perhitungan wajib pajak.
2. Banding
Keputusan keberatan yang diterbitkan oleh bupati/walikota
disampaikan kepada wajib pajak untuk dilaksanakan. Walaupun demikian, tidak
menutup kemungkinan keputusan keberatan tersebut tidak memindahkan wajib pajak.
Wajib pajak parkir berhak untuk melakukan perlawanan secara hukum, untuk
memperoleh penetapan pajak yang sesuai dengan harapan. Permohonan bandingan
diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia, dengan alasan yang jelas dalam
jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima dan dilampiri salinan dari
surat keputusan keberatan.
M.
Pembukuan dan Pemeriksaan Pajak Parkir
1. Pembukaan
Wajib pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukaan yaitu
wajib pajak yang peredaran usahanya kurang dari jumlah yang ditentukan, tetap
diwajibkan menyelenggarakan pencatatan nilai peredaran usaha secara teratur,
yang menjadi dasar pengenaan pajak. Pencatatan dilakukan dengan sebaik-baiknya
yang mencerminkan atau perusahaan serta dokumen lainnya yang berhubungan dengan
usaha atau perusahaan wajib pajak harus disimpan selama lima tahun.
2. Pemeriksaan pajak parkir
Bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang
melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan daerah terutang pajak
parkir. Pelaksanaan pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh
bupati/walikota atau pejabat yang berwenang.
N. Keringanan dan Pembebasan Pajak Parkir
Berdasarkan permohonan wajib pajak, bupati/walikota dapat
memberikan pengurangan, dan pembebasan pajak parkir. Tata cara pemberian
pemungutan, keringatan dan pembebasan pajak ditetapkan dengan keputusan
bupati/walikota.
O.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Parkir
Proses dan pemungutan pajak memungkinkan terjadi kelebihan
pembayaran pajak parkir, apabila ternyata wajib pajak membayar pajak tetapi
sebenarnya tidak ada pajak yang terutang, dikabulkannya permohonan keberatan
dan banding wajib pajak sementara wajib pajak telah melunasi utang pajak
tersebut ataupun sebab lainya.
P.
Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan pajak Parkir
1. Bagi hasil pajak parkir
Hasil penerimaan parkir merupakan pendapatan daerah yang
harus disetorkan seluruhnya ke kas daerah kabupaten/kota. Khusus pajak yang
dipungut oleh pemerintah kabupaten sebagian diperuntukan bagi desa diwilayah
kabupaten tempat pemungutan pajak parkir.
2. Biaya pemungutan pajak
parkir
Biaya pemungutan pajak parkir yang diberikan kepada aparat
pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam jangka pemungutan. Alokasi
biaya pemungutan pajak parkir ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Q. Kedaluarsa Penagihan Pajak dan Penghapusan
Piutang Pajak Parkir
1. Kedaluarsa penagihan pajak
parkir
Hak bupati/walikota untuk melakukan penagihan pajak parkir
kedaluarsa setelah melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat
terutangnya pajak, kecuali wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan daerah. Walaupun demikian, dalam keadaan tertentu kedaluarsa
penagihan pajak parkir dapat ditangguhkan yaitu apabila kepada wajib pajak
diterbitkan surat teguran atau surat paksa atau ada penagihan utang pajak dari
wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
2. Penghapusan piutang pajak
Piutang pajak parkir yang penagihannya sudah kedaluarsa
dapat dihapuskan. Penghapusan piutang pajak dilakukan oleh bupati/walikota
berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dan kepala Dinas pendapatan
daerah.
R. Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan
Penyidikan Pajak Parkir
1. Kewajiban pejabat
Setiap pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota untuk
mengolah pajak parkir dilarang memberitahu pihak lain tentang segala sesuatu
yang diketahui oleh wajib kepada pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk melakukan ketentuan peraturan UU perpajakan daerah. Hal ini dimaksud
untuk memberi kepastian akan hak wajib pajak bahwa setiap ketetapan atau
dokumen yang disampaikan kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk hanya
untuk kepentingan pengenaan dan pemungutan pajak parkir.
2. Ketentuan pidana
Wajib pajak karena setuju atau kesiapannya tidak
menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau
melampiri keterangan tidak benar yang merugikan keuangan negara akan di pidana
dengan pidana sesuai ketentuan berlaku.
3. Penyidikan pajak parkir
Pejabat pegawai negeri sipil dilingkungan tertentu diberi
kewenangan khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
pajak parkir. Penyidik tindak pidana parkir diatur dalam UU.
PAJAK SARANG BURUNG WALET
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa
yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia
maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Tarif Pajak
Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Contoh
Pajak Sarang Burung Walet Kab.Bogor
A.
Dasar Hukum
1. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang
Pajak Sarang Burung Walet
2. Keputusan Bupati Nomor 3 Tahun
2003 tentang Nilai Jual Sarang Burung Walet
B.
Pengertian
1. Pajak Sarang Burung Walet adalah pungutan daerah
atas pengambilan sarang burung walet;
2. Sarang Burung Walet adalah sarang yang
dihasilkan burung wallet Species Collocalia.
C.
Obyek, Subyek dan Wajib Pajak
1. Objek Pajak
adalah adalah setiap pengambilan sarang burung walet yang diperjualbelikan.
2. Dikecualikan dari Objek Pajak adalah :
a. Jual beli telur burung walet;
b. Pengambilan sarang burung walet untuk kepentingan penelitian.
3. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
penjualan sarang burung walet yang
disebut juga sebagai WAJIB PAJAK
D.
Dasar Pengenaan, Tarif Dan Cara Perhitungan
1. Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai jual sarang burung walet.
2. Nilai Jual merupakan hasil perkalian antara volume produksi
dengan harga standar yang ditetapkan Bupati;
3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan
takwim atau paling lama 4 (empat) bulan takwim.
Cara
Perhitungan
:
TARIF PAJAK x DASAR PENGENAAN
Tarif
Pajak
: 10%
Dasar Pengenaan : nilai jual sarang burung wallet
Harga Standar Sarang Burung
Walet ditetapkan sebagai berikut :
No.
|
Jenis Sarang
|
Harga per KG
|
Walet Alam (Goa dan Sejenisnya)
|
1.
|
Sarang Sriti
|
Rp. 1.000.000,-
|
2.
|
Sarang walet
|
Rp. 3.000.000,-
|
Walet Rumahan (Budidaya)
|
1.
|
Sarang Sriti
|
Rp. 1.750.000,-
|
2.
|
Sarang Walet Putih
|
Rp. 14.000.000,-
|
3.
|
Sarang Walet Merah
|
Rp. 17.000.000,-
|
Contoh Perhitungan Pajak Sarang Burung
Walet
Seorang pengusaha sarang burung walet pada
suatu gedung (budidaya mengambil dan menjual sarang burung walet, yang
terdiri dari jenis walet putih sebanyak 2 kilogram dan jenis sriti 3
kilogram.
Untuk
perhitungan besarnya pajak sebagai berikut :
A. Cara menghitung besarnya pajak untuk jenis walet:
Pajak terutang = tarif pajak x nilai jual
Tarif Pajak = 10%
Nilai Jual
= volume x harga dasar
Harga stadar = Rp. 14.000.000,00 / kg
Pajak
= 10% x (2 kg x Rp. 14.000.000,00/kg)
= 10% x 28.000.000,00 = Rp. 2.800.000,00
B. Cara menghitung besarnya pajak untuk jenis sriti:
Pajak terutang = tarif pajak x nilai jual
Tarif Pajak = 10%
Nilai Jual
= volume x harga dasar
Harga stadar = Rp. 1.750.000,00 / kg
Pajak
= 10% x (3 kg x Rp. 1.750.000,00/kg)
= 10% x 5.250.000,00 = Rp. 525.000,00
Jumlah Pajak yang harus dibayar adalah sebesar :
Rp. 2.800.000,00 + Rp. 525.000,00 = Rp. 3.325.000,00
|
|
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak
atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009).
A.
Pengertian Pajak Bumi Dan
Bangunan (PBB)
NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan
ditetapkan setiap tahun oleh menteri
keuangan. Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan
NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang
dari 1 milyar rupiah) atau 40% dari
NJOP (jika NJOP senilai 1 milyar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang
dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib
pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak
dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki kewajiban membayar PBB
yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
PBB
adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan
subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
B. Dasar Hukum Pajak Bumi Dan Bangunan
a.
UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB
b.
PP No 46 Tahun 1985 tentang persentase NJKP pada PBB
c. Kep. Menkeu No.
1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak PBB
d. Kep. Menkeu No.
1003/KMK.04/1985 tentang Penuntun Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar
pengenaan PBB
e. Kep. Menkeu No.
1006/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Penagihan PBB
dan penunjukkan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa
f. Kep.
Menkeu No. 1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan PBB kepada
Gubernur Kepala Daerah TK I dan/atau Bupat i/ Walikota Madya Kep. Daerah TK II
g. Kep. Gubernur
KDKI Jakarta No. 816 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PBB di
Wilayah DKI Jakarta
h. Peraturan
Pelaksana Lainnya
i. UU No. 12
Tahun 1994
C. Objek PBB
1) Objek PBB adalah “Bumi dan/atau Bangunan“
o Bumi :
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Contoh
: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dll.
o Bangunan :
Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh : rumah tempat tinggal,
bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam
renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.
2) Objek
PBB Yang Dikecualikan
Objek yang dikecualikan adalah objek
yang :
o Digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh
keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti
asuhan, candi, dan lain-lain.
o Digunakan untuk
kuburan, peninggalan purbakala.
o Merupakan hutan
lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain- lain.
o Dimiliki oleh
Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan Organisasi
Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
D. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata :
·
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
·
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
·
memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak.
E. Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek
Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau
Kantor Penyuluhan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
F. Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”.
NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :
1.
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar;
2.
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang
letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;
3.
nilai perolehan baru;
4.
penentuan nilai jual objek pengganti.
G. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi
dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah
Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai
berikut :
1.
Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP
sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
2.
Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
H. Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut
:
§
Objek pajak perkebunan adalah 40%
§
Objek pajak kehutanan adalah 40%
§
Objek
pajak pertambangan adalah 20%
§
Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
» apabila NJOP-nya >
Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
» apabila NJOP-nya <>
I. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut
:
·
Objek pajak perkebunan adalah 40%
·
Objek pajak kehutanan adalah 40%
·
Objek pajak pertambangan adalah 20%
·
Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
Ø
apabila NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00 adalah
40%
Ø
apabila NJOP-nya <>
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x
NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP -
NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP -
NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
J. Tempat
Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat
Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah
Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk
dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Pendataan dan Penilaian
PBB merupakan official
assessment atau ada yang menyebut pula sebagai semi self assessment
atau self declaration sehubungan dengan adanya pengisian SPOP/LSPOP
oleh Wajib Pajak untuk melaporkan objek pajaknya. Oleh karena itu , adalah
tugas fiskus untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang dan
memberitahukannya kepada Wajib Pajak. Proses penetapan pajak terutang dimulai
dari kegiatan pendaftaran atau pendataan dan penilaian. Pendaftaran adalah
kegiatan Wajib Pajak dalam melaporkan objek pajaknya . Sedangkan pendataan
adalah kegiatan fiskus untuk melakukan pendataan objek dan subjek pajak secara
langsung ke lapangan. Pada dasarnya undang-undang mewajibkan setiap wajib pajak
untuk melaporkan objek pajaknya. Namun mengingat kondisi subjek pajak yang
sangat beragam , baik tingkat pendidikannya maupun lokasi objek pajak dan
tempat tinggal wajib Pajak yang tersebar sampai jauh dan pelosok Indonesia,
maka pemerintah melakukan kegiatan pendataan.
Setelah diperoleh data objek dan
subjek pajak melalui klegiatan pendaftaran atau pendataan, maka selanjutnya
dilakukan kegiatan penilaian. Penilaian tanah dilakukan dengan metode pendekatan
data pasar (Market Data Approach). Metode ini dilakukan dengan
mengumpulkan data transaksi atas tanah dan / atau bangunan yang terjadi di
wilayah yang bersangkutan, untuk kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian
sehingga dapat diperoleh nilai tanah pada zona tertentu (selanjutnya disebut
sebagai zona nilai tanah). Setiap desa/kelurahan akan terdiri dari beberapa
zona , dan setiap zona akan mencerminkan nilai rata-rata tanah di lokasi
tersebut.
Sementara itu nilai bangunan
ditetapkan dengan metode nilai perolehan/pembuatan baru bangunan (Reproduction/replacement
Cost New). Metode ini menghitung nilai bangunan dengan cara menghitung
seluruh biaya yang diperlukan untuk membuat bangunan baru seperti bangunan
tersebut pada tahun pajak yang bersangkutan, kemudian dikurangi dengan
penyusutan. Besarnya penyusutan dipengaruhi oleh umur bangunan dan kondisi
fisik bangunan. Penghitungan nilai bangunan ini cukup rumit. Oleh karena itu,
Direktorat Jenderal pajak telah membuat suatu program penilaian bangunan yang
disebut dengan Computer Assisted Valuation (CAV), yang terintegrasi di dalam
SISMIOP. SISMIOP merupakan suatu system yang terintegrasi yang mengelola
administrasi PBB yang meliputi seluruh proses bisnis PBB sejak dari pendataan,
penilaian, penetapan, penerimaan, dan sebagainya.
Penetapan PBB
Untuk menghitung besarnya pajak
yang terutang, maka SISMIOP otomatis akan menghitung sendiri setelah SPOP dan
LSPOP direkam ke dalam basis data SISMIOP. Yang tidak boleh dilupakan ialah
bahwa fiskus harus merekam / menentukan dulu berapa NJOP setiap zona nilai
tanah pada setiap desa/kelurahan sebagai bahan untuk menentukan besarnya nilai
bumi setiap objek pajak. Sedangkan input penilaian bangunan adalah fiskus harus
merekam terlebih dahulu berapa besarnya harga material, harga upah dan harga
fasilitas bangunan untuk setiap kabupaten, sebagai bahan penentuan nilai
bangunan setiap objek pajak yang telah direkam LSPOP-nya. Selanjutnya setelah
SPOP/LSPOP direkam, dan kode ZNT/NIR serta daftar harga upah dan material sudah
direkam pula, maka SISMIOP akan secara otomatis menghitung besarnya pajak yang
terutang untuk setiap objek pajak.
Setelah proses perekaman, kemudian
dilakukan proses penetapan dan pencetakan SPPT PBB. Pencetakan SPPT, STTS, dan
DHKP secara missal dilakukan pada setiap awal tahun pajak. Sedangkan secara
insidentil, SPPT dicetak setelah WP menyampaiakn SPOP/LSPOP. Perlu diketahui
bahwa dalam rangka pendataan, fiskus menyampaikan blanko SPOP kepada Wajib
Pajak dan harus dikembalikan dalam jangka waktu 30 hari. Setelah jangka waktu
tersebut SPOP tidak kembali, maka fiskus dapat menerbitkan surat teguran, dan
setelah ditegur Wajib Pajak tidak juga mengembalikan SPOP, maka kita dapat
menerbitkan SKP (Surat Ketetapan Pajak). SKP mengandung denda 25% dari pokok
pajak atau dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Pembayaran PBB
SPPT PBB memiliki waktu jatuh tempo
enam bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak, sedangkan SKP memiliki masa jatuh
tempo satu bulan sejak diterima. Wajib Pajak dapat membayar PBB melalui tempat-tempat
pembayaran yang telah ditunjuk, baik pembayaran secara konvensional maupun
pembayaran secara elektronik. Ataupun membayar melalui petugas pemungut PBB
yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota. Perlu dicermati dan diingat bahwa selama
ini terdapat banyak contoh petugas pungut yang ‘nakal’ , yaitu tidak
menyetorkan hasil pemungutan PBB-nya ke tempat pembayaran, sehingga penerimaan
tersebut tidak masuk ke kas Negara ataupun kas daerah.
Apabila Wajib Pajak terlambat
membayar pajak, maka akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan, untuk
selama-lamanya 24 bulan. Apabila setelah jatuh tempo pajak tidak dibayar, maka
dapat dilakukan penagihan aktif setelah sebelumnya diterbitkan surat teguran/
surat peringatan atau surat yang sejenis. Penagihan aktif dilakukan dengan
menerbitkan Surat Paksa yang kemudian dapat dilakukan penyitaan, pelelangan,
dan sebagainya. Kegiatan penagihan aktif memerlukan seorang petugas khusus ,
yakni juru sita pajak. Oleh karena itu, pemda juga perlu menyiapkan SDM
jurusita ini, selain menyiapkan petugas fungsional penilai PBB dan operator
consule.