Tania Gunadi (28) merasa hidupnya bagai dalam mimpi. Ketika remaja, ia memenangi lotre ”green card” untuk menetap di Amerika Serikat. Kini, warga AS mengenali Tania sebagai artis Hollywood.
Pada
saat menikmati sarapan roti muffin dan segelas kopi di sudut Beverly
Junction, Los Angeles, beberapa waktu lalu, pelayan restoran segera
mengenalinya dan langsung menyapa Tania.
Tania menyambut sapaan
itu dengan senyum sebelum kemudian berbisik, ”Kalau aku menjawab film
apa saja yang sudah kubintangi, nanti dikiranya aku sombong.”
Tania
memang telah menjadi bintang di beragam serial televisi, dan bermain di
lebih dari 40 film televisi ataupun film layar lebar. Saat ini, ia
sedang sibuk menjadi pengisi suara atau voice actor di film seri animasi Transformers Prime yang tahun ini bakal memasuki penayangan musim ketiga.
Mojang Bandung yang fasih berbahasa Sunda ini mendapat green card
setelah lulus SMA pada tahun 2000. Tingginya biaya hidup di AS memaksa
gadis yang tak pernah menyentuh pekerjaan rumahan ini untuk mulai
bekerja serabutan sembari kuliah.
Atas rekomendasi kakaknya yang
juga tinggal di LA, Tania mendapat pekerjaan sebagai penerima telepon di
Pizza Hut. Suatu hari, ia salah menerjemahkan menu pesanan piza
pelanggan. Alhasil, jabatan Tania pun lalu melorot menjadi koki. Tak
bisa membedakan saus dan sambal, Tania turun jabatan lagi menjadi
pencuci piring.
Dinilai gagal membersihkan piring kotor, Tania
terpaksa bekerja di toilet. ”Sempet nangis. Dulu mikirnya bisa jadi
orang kaya begitu ke Amerika, tapi aku malah harus membersihkan toilet,”
kenang Tania.
Audisi
Tania memulai kariernya
di Hollywood ketika diajak seorang rekannya mengikuti audisi Disneyland
untuk iklan. Kala itu, ia hanya diminta naik roller coaster dan berteriak sekencang-kencangnya. Ketika bintang iklan lainnya menyerah kelelahan, Tania tetap segar bugar.
Iklan
yang harusnya diisi banyak orang itu pun akhirnya hanya menampilkan
Tania sebagai bintang utama sekaligus figuran. Selama tiga kali
pengambilan gambar, Tania mendapat upah 1.500 dollar AS. Pendapatan ini
sangat besar dibandingkan upah bekerja di restoran piza yang hanya 5
dollar per jam.
”Hari itu juga, aku langsung pengin jadi aktor.
Hidupku sekarang 100 persen untuk akting. Akting membuatku senang, aku
tidak pernah mau sedih dalam hidup,” ujar Tania yang memang selalu ceria
ini.
Bermimpi menjadi artis Hollywood, Tania segera memperbaiki
kemampuan bahasa Inggrisnya. Ia juga mengisi waktu luang bekerja sebagai
guru Matematika bagi anak umur 6-14 tahun di Russian School. ”Aku
sungguh ahli menangani anak-anak,” tutur Tania.
Setahun pertama
membangun mimpi jadi artis, Tania tak pernah lolos audisi. Sering kali
ia ditolak mentah-mentah dengan cara yang menurutnya sangat menyakitkan.
Dandan sejak pagi hari untuk audisi Rush Hour (1999) yang dibintangi Jackie Chan, misalnya, petugas audisi hanya main tunjuk ke arah Tania sembari berkata, ”No.”
Tania
lalu mulai mengikuti kelas akting yang diasuh mantan aktor Hollywood,
Robert F Lyons, yang membintangi sejumlah film laris pada era 1970-an
sampai 1980-an, seperti Cease Fire dan Gunsmoke.
Selama
lebih dari sepuluh tahun, hingga kini, Tania tak pernah absen belajar
dua kali dalam sepekan di kelas akting itu. ”Senangnya di Amerika, mau
jadi apa saja pasti ada jalan,” katanya.
Selain kelas akting, ia membekali diri dengan banyak keterampilan, seperti dansa, ice skating, hingga bela diri. Ia mempelajari semua dasar keterampilan itu dan akan segera memperdalam begitu diterima audisi.
Film pertama
Pada film pertamanya, Tania sama sekali tak dibayar dan hanya ngomong satu kata: hai, hello, dan how are you. Setelah melakoni beragam peran figuran, akhirnya Tania mendapat peran utama sebagai seorang gangster.
Kariernya semakin terdongkrak ketika memerankan tokoh Emma Lau di film serial televisi Disney XD berjudul Aaron Stone yang diputar selama dua tahun.
Pengalaman
menarik dikecap Tania ketika berperan sebagai orang Indonesia bernama
Sri Sumarto dalam tiga episode drama seri Fox berjudul Boston Public. Produser drama seri tersebut sempat kebingungan mencari aktor dan aktris Indonesia.
Akhirnya,
Tania memboyong orangtua, kakak, dan tukang masak restoran Indonesia di
Los Angeles untuk ikut-ikutan akting. Ketika bercerita pengalaman
akting bersama kerabatnya itu, Tania sampai tertawa terpingkal-pingkal.
”Kami berdelapan mengisi hari itu dengan ketawa-ketawa,” ujar Tania.
Sebagian
dari jerih payah bekerja sebagai artis di negeri orang dimanfaatkan
Tania untuk membantu komunitas tak mampu di negerinya. Ia antara lain
membangun sumur bagi warga miskin di sebuah desa di Garut, Jawa Barat.
Kepedulian
ini terbangun dari ingatan masa kecil. Ketika pertama kali naik kereta
api dari Bandung ke Jakarta, Tania merengek ingin turun di perkampungan
kumuh pinggir rel. Saat itu orangtuanya melarang Tania turun untuk
memberikan selimut kepada seorang nenek yang dilihatnya dari kaca
jendela kereta.
”Aku berkata kepada diriku. Suatu saat, aku akan
membuat keputusan untuk diriku sendiri. Aku akan berbuat sesuatu untuk
mereka yang tak mampu,” kata Tania yang masih bermimpi ingin memiliki
perusahaan produksi filmnya sendiri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar