A .Pendahuluan
Dalam rangka pemulihan ekonomi akibat dampak krisis global, pemerintah memerlukan dukungan kebijakan fiskal yang
sehat dan kredibel untuk menghindari ketergantungan dengan pinjaman luar negeri.
Kebijakan fiskal yang baik juga dapat mendukung bangkitnya sektor riil yang akan memacu pertumbuhan ekonomi kita. Prinsip dasar perpajakan yang perlu dipertahankan dan
ditingkatkan adalah sistem yang berdasarkan azas keadilan, kepastian hukum dan
kesederhanaan, sebagaimana diketahui peranan
penerimaan pajak merupakan tulang punggung bagi penerimaan negara yang akan
menjamin kesinambungan kehidupan negara.
Sistem
self assessment yang kita anut
memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib
Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri tanpa menunggu adanya surat
ketetapan dari fiskus karena wajib pajak dianggap paling tahu mengenai
penghasilannya sendiri. Dengan sistem self assessment,
apa yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan oleh Wajib Pajak dianggap
benar oleh fiskus, kecuali fiskus mempunyai data/informasi yang mengindikasikan
bahwa laporan tersebut salah. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa apa
yang dihitung, disetor, dan dilaporkan Wajib Pajak sudah benar, maka diperlukan
sarana untuk melakukan pengawasan.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu sarana yang
tujuannya adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, fiskus
menghasilkan beberapa produk hokum antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan
Surat Tagihan Pajak (STP).
Atas produk hukum yang dihasilkan dari pemeriksaan maupun
yang bukan dari pemeriksaan, tidak semuanya disetujui oleh Wajib Pajak.
Ketidaksetujuan ini menimbulkan suatu perselisihan yang
biasa disebut sengketa pajak. Sengketa Pajak yang timbul antara fiskus dan
Wajib Pajak dapat diselesaikan dengan cara keberatan, banding, dan peninjauan
kembali. Cara-cara tersebut tempuh agar hak Wajib Pajak
maupun negara dapat dijamin dengan adanya keadilan dan kepastian hukum. Namun
disini kami hanya membahas lebih detail tentang proses banding
B. Terjadinya
Sengketa Pajak
Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Pengadilan
Pajak, sengketa pajak
adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, terutama gugatan kepada
pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan denganSurat Paksa.
Sengketa pajak dapat terjadi karena perbedaan cara pandang
antara Wajib Pajak dan fiskus tentang jumlah pajak terutang. Sengketa pajak
biasanya terjadi ketika Wajib Pajak keberatan atas produk hukum yang
diterbitkan oleh otoritas pajak baik melalui pemeriksaan dengan SKP dan STP
maupun dengan cara lain. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa ini diantaranya dengan keberatan, banding dan peninjauan kembali.
Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut
sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
wajib pajak dengan fiskus mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui
oleh wajib pajak. Seperti halnya dengan keberatan,Wajib Pajak atau penanggung
pajaklah yang harus mengajukan permohonan banding. Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun
material, namun kebanyakan Wajib
Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material,sehingga
seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiskus
mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
C. Proses
Penyelesaian Sengketa Pajak
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak,
yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas
surat ketetapan tersebut. Selanjutnya apabila belum puas atas putusan keberatan
maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding dan langkah terakhir apabila banding
ditolak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Gambar 1. Skema Penyelesaian Sengketa Pajak
Hak wajib pajak untuk meminta keadilan atas materi yang
menjadi sengketa pajak dijamin dalam
Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007. Dalam Undang-undang KUP mengatur mengenai tata cara pengajuan keberatan dan
banding, serta hak dan kewajiban wajib pajak apabila keberatan dan banding
diterima atau ditolak.
Dalam mengajukan pemohonan keberatan dan banding ada
resiko ditolak oleh pihak yang berwenang baik karena tidak memenuhi syarat
formal maupun material. Dalam hal terjadinya keberatan dan banding yang ditolak
berdasarkan perubahan Undang-undang KUP No.
28 Tahun 2007 maka Wajib Pajak akan dikenakan denda. Berdasarkan Pasal 25 ayat
(9) UU KUP, Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan
sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi berupa denda sebesar 50%(lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar diajukan banding
atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, terutama gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang
Penagihan denganSurat Paksa.
Sengketa pajak dapat terjadi karena perbedaan cara pandang
antara Wajib Pajak dan fiskus tentang jumlah pajak terutang. Sengketa pajak
biasanya terjadi ketika Wajib Pajak keberatan atas produk hukum yang
diterbitkan oleh otoritas pajak baik melalui pemeriksaan dengan SKP dan STP
maupun dengan cara lain. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa ini diantaranya dengan keberatan, banding dan peninjauan kembali.
Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut
sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
wajib pajak dengan fiskus mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui
oleh wajib pajak. Seperti halnya dengan keberatan,Wajib Pajak atau penanggung
pajaklah yang harus mengajukan permohonan banding. Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun
material, namun kebanyakan Wajib
Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material,sehingga
seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiskus
mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
D. Proses banding mulai dari keberatan
1. Mempersiapkan
Keberatan
Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak
memiliki hak untuk :
a) Mengajukan Keberatan
(Pasal 25 – 26 UU KUP)
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
b) Mengajukan Permohonan
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan (Pasal 36 ayat 1a)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
c) Mengajukan permohonan
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar (pasal 36 ayat 1b) Direktur
Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak
benar.
d) Mengajukan Gugatan ke
Pengadilan Pajak. Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak. Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
· Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang
· Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
· Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
· Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan Pajak.
· Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang
· Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
· Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
· Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan Pajak.
.
2. Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan atas suatu :
· SKPKB
· SKPKBT
· SKPLB
· SKPN
· Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
· SKPKB
· SKPKBT
· SKPLB
· SKPN
· Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
Syarat pengajuan Keberatan :
· Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas
SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;
· Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat keberatan)
· Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
· Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
· Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
· Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (Force Majeur)
· Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan penagihan.
· Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat keberatan)
· Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
· Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
· Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
· Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (Force Majeur)
· Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan penagihan.
Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:
Agar Wajib Pajak dapat membuat alasan-alasan yang
kuat dalam pengajuan keberatan, sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak
untuk :
· Meminta Dasar Pengenaan Pajak
· Meminta Dasar Perhitungan Rugi
· Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
· Meminta Dasar Pengenaan Pajak
· Meminta Dasar Perhitungan Rugi
· Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
Pengajuan Surat Keberatan :
Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
· Secara Langsung ke KPP
tempat WP terdaftar
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan. Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan. Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP
· Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan
pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda
bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam
bukti pengiriman surat hal-hal sebagai berikut :
o Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
3. Jangka waktu Penyelesaian
Keberatano Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
Direktur
Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib
pajak. Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA.
Keputusan Keberatan
Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat
berupa :
· Menerima seluruhnya
· Menerima Sebagian
· Menolak
· Menambah Besarnya pajak yang terutang
Jika keberatan ditolak, upaya selanjutnya yang dapat dilakukan wajib pajak
adalah mengajukan banding· Menerima seluruhnya
· Menerima Sebagian
· Menolak
· Menambah Besarnya pajak yang terutang
Contoh Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal :
Kasus :
Dari pemeriksaan tahun 2003 fiscus menerbitkan SKPKB PPh Pasal 21. hal ini karena menurut fiscus terdapat obyek PPh pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal selisih tersebut hanyalah karena adanya perbedaan periode yang digunakan dalam SPT Badan -Laporan keuangan (menggunakan tahun buku) dengan tahun takwim yang harus digunakan untuk SPT 1721.
Jakarta, 5 April 2005
No. :
Lampiran : -
Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxxxx
Tgl 17 Pebruari 2005
Kepada Yth.
Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Wilayah …………
Kantor Pelayanan Pajak …………
Alamat lengkap
U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan.
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxx tanggal 17 Pebruari 2005 Sebesar Rp. 132.811.256,- atas nama :
Nama Wajib Pajak : PT Tax Ina
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : JAKARTA
yang kami terima tanggal 20 Pebruari 2005 dengan perincian sebagai berikut :
Uraian : Jumlah (Rp) :
Dasar Pengenaan Pajak 3.052.302.069
PPh pasal 21 terutang 660.806.052
Setoran Masa & Tahunan 553.700.200
PPh 21 Kurang Bayar 107.105.852
Sanksi Bunga pasal 13 (2) 25.705.404
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar 132.811.256
Bersama ini kami mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxxxx tersebut.
Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah :
1. Menurut Pemeriksa terdapat
obyek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh 21 yaitu sebagai berikut :
Jenis Obyek Jumlah (Rp)
Gaji 500.689.595
Tunjangan Lembur, dll 76.272.000
Premi Asuransi 83.559.000
THR 760.000
Total 661.280.595
Gaji 500.689.595
Tunjangan Lembur, dll 76.272.000
Premi Asuransi 83.559.000
THR 760.000
Total 661.280.595
2. Atas Biaya yang merupakan
Obyek PPh 21 telah dipotong PPh 21 seluruhnya. Namun akibat perbedaan periode
tahun buku yang dianut Wajib Pajak, sehingga terdapat perbedaan periode
pembebanan biaya yang merupakan obyek PPh pasal 21 dalam Laporan Keuangan Vs
SPT PPh Pasal 21. Rekonsiliasi Obyek PPh 21 berdasarkan SPT PPh Badan Vs SPT
PPh 21 adalah sebagai berikut :
Keterangan Jumlah1. Total Biaya Gaji dlm Lap Keuangan [Jul02 – Jun’03] 3.542.376.049
2. Total Biaya Gaji dlm SPT 1721 th 2003 [Jan03 – Des03] 2.794.002.022
3. Selisih Lap Keu Vs SPT 1721 748.374.027
dikurangi Biaya Gaji Jan – Jun’02 1.646.909.526
ditambah Biaya Gaji Jan – Jun’03 1.811.798.999
Koreksi Fiskal (BIK) th 2001/2002 321.303.131
Koreksi Fiskal (BIK) th 2002/2003 262.181.423
Total 748.374.027
Menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh pasal 21 tersebut adalah NIHIL.
Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
PT TAX INA
Taufik
Direktur
E. Mempersiapkan Banding
1.
PENGERTIAN BANDING
Menurut pengertian yang tercantum pada Pasal 1 ayat (6) uu No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatau keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
Dari pengertian tersebut bisa dijelaskan beberapa hal. Pertama, banding merupakan suatu proses tindakan hukum yang dapat ditempuh oleh WP atau Penanggung Pajak. Hal itu berarti bahwa upaya banding harus memenuhi kaidah hukum yang berlaku – hukum pajak – baik kaidah formal maupun kaidah material. Disini tersirat pula, bahwa banding hanya dapat diajukan oleh WP atau Penanggung Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat diwakilkan, kecuali dengan menunjuk Kuasa Hukum (yang memenuhi kriteria undang-undang) dengan Surat Kuasa Khusus. Kedua, upaya banding hanya dapat dilakukan atas suatu keputusan yang dapat diajukan banding (menurut UU Perpajakan). Secara umum, banding hanay dapat diajukan atas Keputusan Keberatan yang diterbitkan oleh fiskus yang masih mengandung sengketa antara WP dengan fiskus.
Beberapa hal pokok tersebut diatas cukup menunjukan hubungan erat antara proses banding dengan keberatan. Bahkan, lebih jauh lagi akan tampak kaitan antara proses banding dengan pemeriksaan. Sebab, bagaimanapun sengketa pajak yang diajukan bandingnya oleh WP timbul dari hasil pemeriksaan pajak oleh fiskus.
Menurut pengertian yang tercantum pada Pasal 1 ayat (6) uu No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatau keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
Dari pengertian tersebut bisa dijelaskan beberapa hal. Pertama, banding merupakan suatu proses tindakan hukum yang dapat ditempuh oleh WP atau Penanggung Pajak. Hal itu berarti bahwa upaya banding harus memenuhi kaidah hukum yang berlaku – hukum pajak – baik kaidah formal maupun kaidah material. Disini tersirat pula, bahwa banding hanya dapat diajukan oleh WP atau Penanggung Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat diwakilkan, kecuali dengan menunjuk Kuasa Hukum (yang memenuhi kriteria undang-undang) dengan Surat Kuasa Khusus. Kedua, upaya banding hanya dapat dilakukan atas suatu keputusan yang dapat diajukan banding (menurut UU Perpajakan). Secara umum, banding hanay dapat diajukan atas Keputusan Keberatan yang diterbitkan oleh fiskus yang masih mengandung sengketa antara WP dengan fiskus.
Beberapa hal pokok tersebut diatas cukup menunjukan hubungan erat antara proses banding dengan keberatan. Bahkan, lebih jauh lagi akan tampak kaitan antara proses banding dengan pemeriksaan. Sebab, bagaimanapun sengketa pajak yang diajukan bandingnya oleh WP timbul dari hasil pemeriksaan pajak oleh fiskus.
2. Banding di Pengadilan Pajak
Yang perlu diketahui tentang Banding di Pengadilan Pajak
1. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang
perpajakan yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan
Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan
Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan
pejabat yang berwenang
sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
4. Surat Uraian Banding adalah surat Terbanding kepada
Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh
pemohon banding.
5. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon banding kepada
Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat
bantahan.
6. Tanggal terima adalah tanggal stempel Pos pengiriman,
tanggal faksimilie atau dalam hal diterima secara langsung adalah pada saat
surat atau Putusan diterima secara langsung.
3. Sengketa Pajak Dalam Proses
Banding
Sengketa
pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah sengketa
yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan fiscus mengenai
keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh wajib pajak. Seperti halnya
dengan keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan
permohonan banding.
Sengketa
banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun kebanyakan Wajib
Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material, sehingga
seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiscus
mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
Sengketa Formal
Sengketa
formal timbul apabila WP atau fiscus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan
tata cara yang telah ditetapkan oleh UU perpajakan, khususnya UU KUP dan UU
Pengadilan Pajak. Bagi fiscus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara
pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sempai penerbitan keputusan
keberatan. Apabila fiscus melanggar ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah
yang menimbulkan sengketa formal dari pihak fiscus.
Contoh : fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui jangka waktu yang ditetapkan.
Dilain pihak, sengketa formal
dari pihak WP bias terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tata cara
yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan pajak. Contohnya WP tidak
mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Sengketa Material
Sengketa material atau lazim
disebut maateri sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang
terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar (dalam kasus
restitusi) menurut perhitungan fiscus –yang tercantum pada ketetapan pajak- dengan
jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai :· Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;
· Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
· Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
· atau hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat
mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiscus menjadi berbeda
dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitunan Wajib Pajak. Dan perbedaan
jumlah pajak menurut fiscus dengan WP itulah yang merupakan sengketa material.
Permohonan banding tidak akan
diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak –tanpa pemeriksaan materi sengketa-
apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan. Sebaliknya
apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan
formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak ataupun
keputusan keberatan harus batal demi hokum. Dalam hal ini, permohonan banding
WP dapat diterima selueuhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan
keseluruhan oleh hakim pengadilan pajak.
4. Ketentuan Formal Pengajuan Banding
Ketentuan formal mengenai
pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP Jo UU Pengadilan
pajak, yang bisa diuraikan sbb :
a)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya
kepada badan peradilan pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan
oleh dirjen pajak.
b)
Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan
tata usaha Negara.
c)
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
d)
Syarat formal pengajuan banding
· Diajukan ke pengadilan pajak
· Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
· Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
· Diajukan ke pengadilan pajak
· Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
· Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :
· Nama Wajib Pajak pemohon banding
· NPWP Pemohon Banding
· Alamat Pemohon Banding
Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding
Pencabutan Banding
Wajib Pajak yang telah
mengajukan permohonan Bading ke Pengadilan Pajak dapat mencabut permohonan
tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding kepada
pengadilan pajak.
Permohonan Banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui :a. Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum siding dilaksanakan
b. Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
NOTE :
Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak dapat diajukan kembali
Kuasa Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 34
ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Wajib pajak dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mendampingi/mewakili wajib pajak dalam proses banding. Syarat-syarat untuk
menjadi kuasa hukum :
1.
WNI
2.
Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
Persyaratan lain yang ditentukan Menteri Keuangan
Mengacu pada peraturan tersebut, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sbb :
a. Menyerahkan asli surat
kuasa khusus yang bermaterai yang memuat :
1) nama dan alamat serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
2) nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak selaku pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan
1) nama dan alamat serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
2) nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak selaku pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan
b. Menguasai
ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan.
Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki ;
1) brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;
2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri
Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki ;
1) brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;
2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri
c. Tidak pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana lain
dibidang keuangan Negara.
Tata Cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum Pengadilan Pajak :
Bagi Kuasa Hukum Pengacara :Tata Cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum Pengadilan Pajak :
- Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif) : Warga Negara Indonesia, Pengacara (berlisensi), Sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja
- Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
§ KTP
§ Surat Ijin Praktek Pengacara
§ Brevet Pajak/ Ijasah
§ NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
§ Pas Photo 2 x 3 2 lembar
Bagi Kuasa Hukum yang bukan pengacara :
- Syarat yang harus dipenuhi : WNI, Sebagai Ahli
Pajak, Memiliki NPWP atau Form 1721 A1 dari pemberi kerja.
- Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
- Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
§ KTP
§ Brevet Pajak/ Ijasah
§ NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
§ Pas Photo 2 x 3 2 lembar
§ Brevet Pajak/ Ijasah
§ NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
§ Pas Photo 2 x 3 2 lembar
5.
Pencabutan Banding
1.
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak.
2. Banding yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar
sengketa melalui
penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan dan putusan Majelis.Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat
pernyataan pencabutan diajukan dalam siding atas persetujuan terbanding.
penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan dan putusan Majelis.Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat
pernyataan pencabutan diajukan dalam siding atas persetujuan terbanding.
3. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan
tersebut, tidak dapat diajukan kembali.
Pengecualian
1.
Pengajuan Banding dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila
dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan
pemohon banding.
dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan
pemohon banding.
2. Pemohon Banding
tidak harus melampirkan bukti pembayaran 50 % pajak yang
terutang, sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
terutang, sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4.
Hal-hal lain yang perlu diketahui
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding kepada
Terbanding dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima
Surat Banding lengkap.
2. Dalam hal pemohon banding melengkapi surat atau dokumen
susulan, jangka waktu 14 hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau
dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding menyerahkan Surat Uraian Banding kepada Pengadilan
Pajak dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Uraian Banding.
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Uraian Banding.
4. Salinan Surat
Uraian Banding oleh Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon
Banding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
Banding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding
memberikan tanggapan/bantahan atas Surat Uraian Banding yang
diterimanya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Bantahan.
diterimanya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Bantahan.
6. Meskipun
Terbanding atau Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan
banding.
sebagaimana dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan
banding.
6. Proses Pelaksanaan Banding
Batasan waktu pelaskanaan banding telah ditetapkan dalam ketentuan UU Pengadilan pajak. Berikut ini bagan proses pelaksanaan banding :
Bagan 1. (sumber : Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)
Bagan 1. Proses dan jangka waktu pelaksanaan banding ke Pengadilan Pajak.
(Sumber : Buku Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)
Bagan 2 : Proses Banding dengan acara Biasa.
(Sumber : Syaiful Anwar, SH, Msc. Makalah Seminar)
Persiapan Persidangan
Dalam hal pengajuan banding WP
memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai
persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat
Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan salinannya ke WP
Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan
sengketa antara WP dengan fiskus:
a). Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapanb). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal
7. Persidangan Banding
Persidangan
banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis
pemeriksaan dalam proses banding :
· Pemeriksaan Dengan Acara
Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila
surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.
· Pemeriksaan Dengan Acara
Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap
:
- Sengketa pajak tertentu
- Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
- Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
- Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.
- Sengketa pajak tertentu
- Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
- Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
- Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.
Contoh Surat
banding yang memenuhi ketentuan formal.
Tangerang , 20 April 2005
No :
Lampiran : 11 Set
Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP Mana.
Lampiran : 11 Set
Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP Mana.
Kepada Yth.
Badan Peradilan Pajak
Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX
Jalan Kalilio – Jakarta Pusat
Badan Peradilan Pajak
Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX
Jalan Kalilio – Jakarta Pusat
Dengan hormat,
Bersama ini kami :
Nama : PT Apa Saja
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : Tangerang
Nama : PT Apa Saja
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : Tangerang
bermaksud mengajukan
permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan Nomor xxxxxxxxxxx tgl 10
Desember 2003 yang kami terima pada tanggal 2 Maret 2005 mengenai Keberatan
atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 Nomor xxxxxxxx tanggal 24 Pebruari 2003.
Besarnya SKPKB PPh Pasal 21
tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
oleh KPP Mana adalah sebagai berikut :
Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan
Keberatan.Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT Apasaja adalah :
Perbedaan perhitungan tersebut
disebabkan adanya koreksi penambahan obyek PPh Pasal 21 yang tidak disetujui
Wajib Pajak. Koreksi tersebut menurut Fiscus karena adanya pemberian kepada
karyawan yang belum dilaporkan dalam ST Tahunan PPh Pasal 21. Wajib Pajak tidak
menyetujui koreksi tersebut. Menurut wajib pajak semua Pembayaran kepada
karyawan yang merupakan obyek PPh Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh Pasal 21.
Adapun alasan kami mengajukan banding adalah karena :
1.
Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh
Pasal 21 tahun 2001 No. xxxxxx ditolak oleh KPP mana setelah melewati jangka
waktu 12 bulan.
2.
Berdasarkan
ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas
bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
Surat Keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
3.
Wajib Pajak telah mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh
Pasal 21 ke KPP Mana pada tanggal 10 Maret 2003 (Photocopi surat keberatan
terlampir).
4.
Sampai dengan tanggal 10 Maret 2004 Wajib Pajak belum
mendapatkan keputusan atas keberatan yang telah diajukan sebelumnya.
5.
Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) apabila jangka
waktu dua belas bulan telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap diterima.
6.
Pada tanggal 2 Maret 2005 Wajib Pajak menerima Surat
Keputusan Keberatan No xxxxxxxx tertanggal 10 Desember 2003 yang memutuskan
bahwa Direktur Jenderal Pajak MENOLAK Keberatan Wajib Pajak Dalam Surat
Keputusan Keberatan tersebut tertulis bahwa, KPP menolak keberatan atas SKPKB
PPh Badan, padahal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.
7.
Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP
(sampul surat keberatan) yang diterima Wajib Pajak tertulis cap pos tanggal 27
Pebruari 2005
Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxxx tanggal xxxxxx (Photocopi SSP terlampir).Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No. xxxxx tanggal 10 Desember 2003.
2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No xxxxxx tanggal 24 Pebruari 2003.
3. Salinan Surat Keberatan No xxxx tanggal 10 Maret 2003 dan tanda terima surat keberatan.
4. Salinan SSP tanggal xxxxxx.
5. Photocopi NPWP Wajib Pajak
6. Salinan Akta Pendirian PT Apa Saja dan Perubahannya.
7. Salinan Audit Report th 2001 (Laporan Keuangan) PT Apa Saja .
8. Surat Kuasa Asli .
Demi kelancaran proses banding
ini, kuasa hukum kami akan menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data
dan dokumen pendukung lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan
selama proses banding berlangsung.
Demikian permohonan banding
ini kami buat dengan harapan agar dapat dikabulkan. Atas Perhatian dan
kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Hormat Kami,Triyani Budianto
Kuasa Hukum Wajib Pajak
F. Penutup
Dampak dari kebijakan perpajakan
dalam penyelesaian sengketa pajak berupa UU Pengadilan Pajak tersebut
agar upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yang
merupakan salah satu penerimaan negara terus ditingkatkan
dan dikelola secara bijak dan adil. Upaya meningkatkan penerimaan pajak lebih
mudah dilakukan dibanding meningkatkan keadilannya. Dampak dari upaya
meningkatkan penerimaan pajak seringkali menimbulkan berbagai masalah yang
dihadapi instansi perpajakan dengan pihak Wajib Pajak, terutama dalam
menyelaraskan beban pajak yang harus dipikul oleh Wajib Pajak dengan pemenuhan
kewajiban dan penggunaan hak di bidang
perpajakan (H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H).
Penyelesaian sengketa pajak pada hakekatnya harus
didasarkan pada keadilan dan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun bagi
penerimaan negara. Terjaminnya hak Wajib Pajak maupun
pemerintah merupakan goal yang ingin dicapai dengan terbitnya UU KUP dan UU
Pengadilan Pajak.
Daftar
Pustaka
1. Waluyo
dan Wirawan, Perpajakan
Indonesia , Salemba Empat,
Edisi 8, 2008
2. Parwito, Membaca arah aturan peralihan UUK UP ,
Bisnis Indonesia, 17 September 2007
3. Darussalam & Danny Septriadi, Menyoal denda atas keberatan dan banding yang ditolak, Minggu, 2009 April 12
4. ArtikelR izky Harta Cipta, SH, MeninjauD asar FilosofisD ilakukannya Pemungutan Pajak,10 November 2008
5.R aden Suparman,Keberatan dan Banding ,
17 Juli 2007
6. Triyani Budianto, Bagaimana MempersiapkanKeberatan dan Banding , 30 April 2005
7. Arief Wibisono, Kompas Online, Badan Peradilan Pajak danD ualisme Penyelesaian Perkara Pajak, Makalah Seminar tax-ina,R abu, 11 Desember 1996
8. H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H.,
M.H, PerumusanKebijakan Perpajakan Dalam PenyelesaianSengketa Pajak, 2 Februari 2009
9. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
10. Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak
11. Undang-Undang No. 17 Tahun
1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
12. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/042/SK/VIII/2001
13. Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : KEP-003/PP/2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar