Segudang persepsi dilontarkan orang tentang cinta. Ada yang
realistis, ada pula yang di awang-awang. Salah satu yang ternyata dapat
dikategorikan sebagai di awang-awang adalah anggapan bahwa si dia adalah
yang terbaik. "Dialah segalanya bagiku," begitu bunyi lirik lagu pop
zaman dulu. Namun, Anda perlu memahami anggapan ini hanya sebagai ilusi
cinta. Mengapa?
Ilusi positif dalam cinta sebetulnya diperlukan,
kata Lubomir Lamy, PhD, psikolog dari Perancis. Ilusi positif membantu
kita membangun kepercayaan bahwa pasangan adalah pilihan terbaik yang
sudah kita tentukan. Namun, kita juga perlu berhati-hati karena ilusi
positif yang berlebihan bisa berdampak buruk. Contohnya, percaya buta
bahwa pasangan kita adalah orang terbaik sedunia lebih dari siapa pun,
dan satu-satunya orang yang mengerti kita, sehingga kita tak bisa hidup
tanpanya.
Bicara cinta, menurut Dewi Dewo Widagdo, CHt, marriage & relationship counselor
di Jakarta, adalah bicara soal perasaan dan emosi yang perlu berjalan
seimbang dengan logika. Nah, ilusi berlebihan terjadi jika logika tidak
jalan dengan baik dalam menilai pasangan.
Untuk menyiasati ilusi
ini, buat kriteria apa saja yang menjadikan seseorang itu baik. Lalu,
cek dan ricek dengan beberapa orang lain, apakah kriteria yang kita buat
ini sudah mendekati tepat. Kemudian, sesuaikan pula evaluasi kita
mengenai pasangan berdasarkan kriteria ini. Nanti akan terlihat apakah
anggapan kita tentang pasangan sudah objektif atau cenderung subjektif.
Namun,
tidak sampai di sini. Dewi menambahkan, letak permasalahan selanjutnya
adalah seseorang cenderung tidak mau mengakui apa kata orang lain jika
itu tidak sesuai dengan harapannya, sehingga ia pun mengabaikan. Untuk
itu, kita perlu mengingatkan diri sendiri, kalau banyak teman atau orang
lain memberikan penilaian "minus" mengenai pasangan maka ada baiknya
pikirkan kebenaran dari masukan tersebut. Jika benar dan kita tetap
mengabaikan, maka bisa jadi artinya kita tengah dibutakan oleh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar