Rabu, 24 November 2010

Tanda-Tanda Risiko Kanker Payudara

     Sebagian orang merasa baru harus memeriksakan kondisi payudaranya ketika ada seorang dari anggota keluarga terdekatnya yang terkena kanker payudara. Unsur genetis memang memungkinkan seseorang berisiko terkena kanker payudara. Namun, ternyata bukan hanya itu. Menurut International Women’s Organization, ada hal-hal lain yang membuat seseorang berisiko terkena kanker payudara. Mereka adalah:
1. Belum pernah melahirkan atau tidak melahirkan
    sampai berusia 30 tahun.
2. Masa kehamilan, khususnya masa kehamilan
    pertama, berakhir pada aborsi.
3. Menggunakan pil kontrasepsi sebelum mengalami
    masa kehamilan penuh atau menggunakan pil kontrasepsi selama sedikitnya 4 tahun.
4. Memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga dekat (ibu, kakak perempuan, atau anak perempuan).
    Risiko lebih besar bila seorang saudara mengalami kanker payudara di kedua sisi sebelum memasuki masa
    menopause.
5. Memiliki kanker payudara dalam riwayat kesehatan pribadi.
6. Memiliki kanker ovarium atau kanker leher rahim dalam riwayat kesehatan pribadi.
7. Usia: kasus penderita kanker payudara pada perempuan umumnya pada usia di atas 50 tahun. Walau
    begitu, saat ini sudah mulai banyak orang yang terkena kanker payudara sejak usia 30-an, dan bahkan
    remaja sekalipun.
8. Mulai menstruasi pada usia muda (sebelum berusia 12 tahun) atau memasuki masa menopause di atas usia
    55 tahun.
9. Menjalankan terapi estrogen sedikitnya selama 5 tahun seteleh memasuki masa menopause.
10. Mengonsumsi alkohol yang sangat banyak.
11. Obesitas.

      Dalam bincang-bincang dengan wartawan, dr Sutjipto Sp(B) Onk, Ketua Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ), mengatakan, “Sekarang ini kita hidup dalam abad penyakit kanker (cancerous age). Di negara berkembang, bebannya jadi ganda. Secara perlahan tetapi pasti, jumlah penderita kanker di negara kita makin banyak karena negara kita perlahan-lahan menjadi sebuah negara industri. Menurut data WHO, negara industri memiliki penduduk dengan penyakit kanker yang besar. Indonesia sudah diimbau untuk mulai berbuat sesuatu. Saat ini, rasionya sudah meningkat, sudah mencapai 100 : 100.000 penduduk positif kanker payudara. Jadi, 1 dibanding 1.000.”
Sebagai tambahan lagi, dokter yang juga bertugas di RS Dharmais ini mengatakan, perempuan yang aktif bekerja hingga malam hari, stres, terkena paparan polusi, pola makan tidak seimbang, dan kurang istirahat juga bisa berisiko terkena kanker payudara.

Gen Penghambat Obat Kanker Payudara
Sejumlah ilmuwan asal Inggris berhasil mengungkap mengapa ada sebagian pasien kanker payudara yang tidak berhasil melakukan terapi. Ternyata penyebabnya adalah terlalu banyak gen yang disebut FGFR1 yang tidak merespon terapi obat Tamoxifen.

Tamoxifen merupakan obat yang dipakai untuk mencegah kekambuhan kanker payudara. Sayangnya, sepertiga pasien tidak memberikan respon positif pada hasil terapi ini. Dalam jurnal Cancer Research, para ahli menulis mereka berhasil menonaktifkan gen FGFR1 sehingga Tamoxifen bisa bekerja.

Para ahli mengatakan, bila FGFR1 dihentikan, terapi berbasis hormon seperti obat Tamoxifen bisa kembali bekerja menghancurkan sel-sel kanker. Hal ini diyakini akan membantu menyelamatkan nyawa ribuan pasien setiap tahunnya.

Dr Nick Turner, ketua peneliti mengatakan satu dari 10 pasien kanker payudara memiliki jumlah gen FGFR1 yang terlalu tinggi. "Ada beberapa jenis obat yang dikembangkan untuk menghentikan kerja FGFR1 dan studi klinis dilakukan untuk mengetahui apakah obat ini mampu melawan kanker dengan begitu banyak copy gen tersebut," katanya.

Tamoxifen bekerja dengan cara menghambat hormon seks perempuan, estrogen, yang memberi bahan bakar pada pertumbuhan tumor.

Vitamin D Selama Remaja, Dapat Kurangi Risiko Kanker Payudara

Data dari studi yang didasarkan pada penduduk mendukung teori bahwa vitamin D mungkin mengurangi resiko serangan kanker payudara, dan menyarankan bahwa pemberian vitamin D relatif pada usia muda mungkin sangat penting.
Dr Julia A Knight dari Mount Sinai Hospital, Toronto, melaporkan temuan timnya di Washington, Selasa, pada pertemuan tahunan Perhimpunan Peneliti Kanker Amerika.
“Kami menemukan bukti bahwa banyak faktor berkaitan dengan pemberian vitamin D –termasuk dari sinar matahari dan sumber makanan (minyak ikan cod, susu yang diperkuat, beberapa jenis ikan)–memiliki hubungan dengan berkurangnya resiko kanker payudara. Khususnya, kami melihat ini dalam pemberian (vitamin D) selama masa remaja,” kata Knight.
Temuan tersebut didasarkan atas studi yang membandingkan 576 perempuan, dalam usia 20 sampai 59 tahun, dan didiagnosis terserang kanker payudara dan 1.135 perempuan “yang sehat terkendali” dengan usia yang sama.
Ada bukti mengenai pengurangan besar resiko kanker payudara, seperti orang yang bekerja di luar rumah dan jumlah kegiatan di luar rumah pada usia 10 sampai 19 tahun dan 20 sampai 29 tahun.
Konsumsi minyak ikan cod selama 10 tahun atau lebih juga berhubungan dengan pengurangan resiko kanker payudara, demikian juga halnya dengan konsumsi lebih dari sembilan gelas susu per perkan dibandingkan dengan perempuan yang mengkonsumsi kurang dari lima gelas pada usia 20 sampai 29 tahun.
Knight menyimpulkan, “Bukti bertambah bahwa vitamin D mungkin mengurangi resiko kanker payudara, dan apa yang kami lihat sejalan dengan pendapat bahwa apa yang terjadi pada perkembangan kanker payudara pada masa remaja mungkin mempengaruhi resiko kanker payudara pada masa depan.”

Deteksi dini tekan stadium temuan kanker payudara

Deteksi dini (screening) terhadap kanker payudara penting dilakukan karena insiden penyakit ini merupakan yang tertinggi di dunia dibandingkan dengan kanker lain yang menyerang perempuan.

Berdasarkan data Global Burden of Cancer (Globocan), di Indonesia terdapat 26/100.000 perempuan yang terserang kanker payudara.

Sementara data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), pada 2007 kejadian kanker payudara tercatat 21,69% atau lebih tinggi dibandingkan dengan kanker leher rahim yang 17%.

Sedangkan data dari RS Kanker Dharmais menyebutkan jumlah kasus terus meningkat. Pada 2003 tercatat ada 221 kasus, lalu pada 2008 naik tiga kali lipat menjadi 657 kasus.

"Sayangnya sekitar 60% sampai 70% pasien yang datang sudah dalam stadium lanjut, II atau IV. Kurangnya program deteksi dini menyebabkan kanker payudara menjadi pemicu kematian tertinggi bagi perempuan," kata Linda Amelia Sari Gumelar,Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP & PA) saat membuka Seminar Breast Cancer Management Update di Hotel Aryaduta, hari ini.

Menurut dia, persoalan kesehatan reproduksi tidak terpisahkan dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Meski kanker payudara acapkali dianggap sebagai urusan perempuan.

"Oleh karena itu kesenjangan tersebut menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan/program, agar lebih fokus, efisien dan efektif dalam mencapai sasaran," ujar Linda dalam seminar yang diikuti oleh para survivor kanker payudara serta masyarakat umum.

Pihaknya, kata dia, akan bekerja sama dengan pemkab/pemkot untuk menyediakan sarana check up dini kanker payudara secara cuma-cuma.

"Untuk hal ini sedang dibuat rancangan kerja samanya, sebab masalah kanker payudara bisa diatasi sejak awal kalau cepat diketahui," ujar Linda.

Sutjipto, Ketua Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ), menuturkan deteksi dini kanker payudara penting dilakukan untuk mencegah kanker menjadi lebih parah.

Menurut dia, screening dan deteksi dini merupakan rangkaian program penting karena meningkatkan angka survival dan menurunkan kematian.

"Sistem deteksi dini yang baik setidaknya menurunkan stadium temuan kanker di masyarakat," ungkapnya.

Teh Hijau Tidak Terbukti Bisa Cegah Kanker Payudara

KANDUNGAN antioksidan dalam teh hijau telah lama diketahui dapat mencegah berkembangnya sel kanker. Namun penelitian terbaru di Jepang menunjukkan tidak ada hubungan sama sekali antara konsumsi teh hijau dengan risiko menderita kanker payudara.

Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa konsumsi teh hijau dapat membantu melindungi wanita dari kanker payudara. Hal itu karena kandungan senyawa polifenol yang terkandung dalam teh hijau memang bisa melindungi payudara dari serangan kanker.

Polifenol tergolong dalam antioksidan yang sangat ampuh. Senyawa ini akan menetralkan radikal bebas yang menjadi penyebab kanker. Namun, penelitian dalam skala besar terbaru di Jepang menunjukkan temuan yang berbeda. Minum teh hijau sama sekali tidak memiliki hubungan dengan kesehatan payudara.Hasil temuan ini diterbitkan secara online dalam edisi 28 Oktober jurnal Breast Cancer Research.

”Kami tidak menemukan hubungan secara menyeluruh antara asupan teh hijau dan risiko kanker payudara di kalangan wanita Jepang yang terbiasa minum teh hijau,” kata pemimpin penelitian, Dr Motoki Iwasaki, dari bagian epidemiologi dan pencegahan di Research Center for Cancer Prevention and Screening of the National Cancer Center di Tokyo, Jepang.

”Temuan kami menunjukkan bahwa konsumsi teh hijau yang diminum secara rutin tidak mungkin untuk mengurangi risiko seseorang menderita kanker payudara,” katanya seperti dikutip laman Healthday.com.

Untuk penelitian ini, anggota tim Iwasaki mengumpulkan data dari 53.793 wanita yang disurvei antara 1995 dan 1998. Mereka mengajukan pertanyaan berapa banyak para partisipan tersebut mengonsumsi teh hijau.

Pertanyaan ini diberikan pada awal-awal penelitian dan diajukan kembali lima tahun kemudian. Selama survei yang kedua, para peneliti juga bertanya tentang dua jenis teh hijau yaitu Sencha dan Bancha/Genmaicha.

Peneliti mencatat, di antara wanita tersebut, sekitar 12% di antaranya mengonsumsi kurang dari satu cangkir teh hijau dalam seminggu.Sementara 27% lainnya minum lima atau lebih cangkir sehari.

Studi ini juga memasukkan responden wanita yang minum lebih dari 10 cangkir sehari. Selama hampir 14 tahun dipantau, 350 wanita dari peserta studi menderita kanker payudara.

Namun, para peneliti tidak menemukan hubungan antara minum teh hijau dan risiko terjadinya kanker payudara. Dalam studi tersebut, Iwasaki menyebutkan bahwa salah satu kekuatan dari penelitian ini adalah sudah ditetapkannya tujuan yang ingin dicapai sehingga sejumlah informasi partisipan dapat dikumpulkan sebelum diagnosis kanker payudara.

”Sehingga menghindari bias yang biasanya melekat pada penelitian yang menggunakan metode studi kasus,” ujarnya.

Dr Stephanie Bernik, ahli bedah kanker payudara di Lenox Hill Hospital di New York City, Amerika Serikat, mengatakan bahwa sulit untuk mengatakan bahwa tidak ada manfaat sama sekali dari mengonsumsi teh hijau.

“Mungkin tidak ada manfaatnya, khusus untuk kanker payudara,” katanya.

Bernik mencatat bahwa banyak wanita yang memiliki kanker payudara tertarik dengan pengobatan alternatif bila tindakan medis dari Barat tidak dapat menyembuhkan.

”Kami selalu mencari ilmu lebih lanjut tentang bagaimana mengobati kanker payudara dan mengurangi insiden kanker payudara,” katanya.

“Wanita pasti tertarik dengan cara bagaimana mereka dapat memiliki gaya hidup sehat,” lanjut Bernik.

Jennifer J Hu, seorang profesor epidemiologi dan kesehatan masyarakat di University of Miami School of Medicine’s Sylvester Comprehensive Cancer Center, Amerika Serikat, menambahkan bahwa masalah dengan studi berbasis populasi adalah bahwa ketika Anda mencoba untuk melihat salah satu faktor tunggal, Anda akan tidak memperhitungkan faktor risiko lain yang dapat memengaruhi kesimpulan penelitian.

”Juga, hanya dengan minum teh hijau, Anda tidak mendapatkan cukup cara (mungkin senyawa untuk melawan kanker) untuk membuat banyak perbedaan,” katanya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, Hu tidak berpikir bahwa penelitian ini menjawab pertanyaan apakah teh hijau dapat atau tidak membantu seseorang mencegah kanker payudara.

Kanker payudara memang pantas dikatakan sebagai penyakit yang menakutkan bagi seorang wanita. Di dunia, kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua terbanyak setelah kanker paru-paru, disusul kanker usus besar.

Sementara di Indonesia, jumlah penderita kanker payudara menduduki urutan kedua setelah kanker serviks (leher rahim). Tingginya jumlah kasus kanker payudara diduga karena perempuan kurang waspada terhadap perubahan payudaranya sehingga tak jarang menyebabkan kanker payudara terdeteksi pada stadium lanjut.

Padahal, deteksi dini dan peningkatan kewaspadaan disertai pengobatan yang sesuai dipercaya dapat menurunkan jumlah kematian karena kanker payudara.

Penyebab spesifik kanker payudara sebenarnya masih belum diketahui. Namun, terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara. Di antaranya riwayat keluarga, haid terlalu muda atau menopause di atas umur 50 tahun, melahirkan anak pertama di atas usia 35 tahun, pola makan dengan konsumsi lemak berlebihan, kegemukan, konsumsi alkohol berlebihan, stres, faktor genetik, dan lain-lainnya.

7 Gejala Masalah Payudara Tak Boleh Diabaikan

SEJAK lahir, payudara menempel di tubuh Anda. Namun, berapa banyak yang benar-benar Anda tahu tentangnya? Kebanyakan wanita hanya berkunjung ke dokter jika merasakan sakit atau ketidaknyamanan. Padahal, penting bagi Anda untuk menyadari perubahan payudara agar jauh dari risiko kanker.

"Payudara Anda secara mengalami perubahan selama hidup Anda, tergantung pada perubahan kadar hormon, perubahan pramenstruasi, kehamilan dan menyusui, dan akhirnya menopause," jelas Cynara Coomer MD, kepala operasi payudara di Staten Island University Hospital dan asisten klinis profesor bedah di Mount Sinai School of Medicine di New York, seperti dilansir Yahoo Health.

"Mengetahui apa yang dirasakan payudara, bagaimana penampilan fisiknya, dan menyadari perubahannya pada setiap siklus usia dapat membantu Anda mengetahui keadaan normal dan penyakit yang mungkin terjadi," tambahnya.

Nyeri payudara, normalkah?

Adalah normal jika payudara terasa nyeri selama periode menstruasi, terutama berlaku jika Anda memiliki payudara fibrocystic, yakni jaringan payudara Anda kental dan rentan terhadap pembengkakan. Kafein dapat membuat payudara terasa lebih menyakitkan, jadi coba hindari konsumsi kopi, teh, dan soda.

Untuk membantu meringankan ketidaknyamanan, tanyakan kepada dokter Anda tentang kombinasi harian vitamin B6 (100-200 mg), vitamin E (200 - 400 IU) dan primrose oil untuk malam hari (1.000 IU).

“Vitamin B6 merupakan diuretik yang membantu menurunkan kadar hormon prolaktin (yang merangsang payudara untuk memproduksi ASI), sedangkan primrose oil kaya asam gamma linolenat, yang dapat mengurangi gejala nyeri,” jelas Mary Jane Minkin MD, profesor kebidanan dan ginekologi klinis di Yale School of Medicine.

Sedikit informasi tentang pengaruh vitamin E, tetapi kombinasi keseluruhan kemungkinan akan membuahkan hasil.

"Setidaknya 60 persen pasien saya dengan payudara fibrokistik mencoba resep ini dan merasa jauh lebih baik," catat Dr Minkin.

Jika rasa nyeri menyerang terus-menerus dan tidak hilang setelah periode haid, konsultasikan dengan dokter. Ada kemungkinan infeksi kecil atau bahkan tumor.

Payudara terasa sangat sensitif, normalkah?

Jaringan payudara adalah hormon sensitif yang sangat responsif terhadap perubahan yang terjadi selama siklus haid.

“Pada hari atau pekan menjelang menstruasi, tingkat pergeseran hormon estrogen dan progesteron mengakibatkan perubahan, termasuk payudara bengkak dan pembesaran saluran dan kelenjar payudara. Anda mungkin memperhatikan payudara menjadi lebih lembut dan lebih responsif terhadap rangsangan seksual tepat sebelum Anda haid,“ papar Paula A Randolph MD, asisten profesor kebidanan dan ginekologi klinis di New York-Presbyterian Columbia University Medical Center, New York.

Perubahan tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena payudara akan kembali normal setelah periode haid. Tetapi jika Anda merasa sangat tidak nyaman, cobalah gunakan obat antiperadangan seperti ibuprofen dan diuretik ringan untuk mengurangi gejala.

Payudara saya bocor, normalkah?

Jika Anda tidak menyusui, debit spontan dari puting susu bisa menjadi tanda adanya masalah.

"Tumor pada kelenjar hipofisis atau pada payudara itu sendiri dapat menyebabkan kebocoran, atau mungkin menjadi tanda polip (biasanya jinak) di saluran payudara,” kata Dr Coomer. Jika Anda melihat tanda-tanda tersebut, bicarakan dengan dokter.

Salah satu payudara saya lebih besar dari yang lain, normalkah?

Tentu saja, bahkan ukuran tangan maupun kaki Anda tidak persis sama. ‘Faktanya, kebanyakan wanita memiliki perbedaan signifikan dalam ukuran payudara,’ kata Dr Coomer.

Untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, payudara kiri sering lebih besar dari payudara kanan. Masukkan breast pad di dalam bra Anda untuk menyamakan bentuknya. Jika Anda mengalami perubahan besar yang relatif baru (misalnya satu payudara bengkak tiba-tiba), hubungi dokter Anda. Ini bisa berarti bahwa saluran susu meradang akibat infeksi atau mungkin kista.

Tumbuh rambut di puting saya, normalkah?

“Banyak wanita memiliki rambut di puting susu dan payudara mereka, dimana jumlah dan frekuensi pertumbuhan dapat berubah berdasarkan pergeseran kadar hormon,” kata Dr Minkin.

Pertumbuhan akan lebih terasa ketika Anda akan melalui masa pubertas, perimenopause, dan menopause. Anda dapat menghilangkan bulu seperti yang Anda lakukan di tempat lain; dengan pinset, waxing, atau laser.

Jika Anda tidak mengalami perubahan hormonal dan periode haid menjadi tidak teratur (menjadi lebih panjang, lebih pendek, atau bahkan tidak ada), bicarakan dengan dokter tentang pemeriksaan kadar hormon. Anda mungkin memiliki kelebihan produksi androgen (hormon pria) yang disebabkan oleh kondisi yang disebut polycystic ovary syndrome (PCOS).

Puting payudara saya terbalik, normalkah?

Sekira 5-15 persen wanita memiliki puting payudara terbalik (puting masuk ke dalam gundukan payudara, menciptakan lesung pipit atau berlubang), dan dapat terjadi di salah satu atau kedua payudara. Sebagian lainnya memiliki puting terbalik yang hanya sebagian.

Jika salah satu dari masalah tersebut muncul sejak pubertas atau usia 20-an, itu bukan masalah besar, terutama jika puting payudara muncul ketika Anda merangsangnya. Namun, jika Anda sudah melihat perubahan mendadak dalam penampilan dan puting ke dalam, konsultasikan ke dokter.

Puting payudara saya berubah warna, normalkah?

Warna puting payudara dan kulit di sekitarnya (areola) berkisar dari pink pucat hingga coklat gelap.

“Namun, perubahan kadar hormon, baik akibat siklus haid, obat-obatan tertentu atau penuaan, dapat mengubah pigmentasi. Hal tersebut terutama berlaku selama kehamilan, ketika kulit payudara mengencang dan mengembangkan lapisan berminyak agar payudara lebih mudah disusui bayi nantinya,” kata Dr Coomer.

Jika puting payudara Anda berubah warna tanpa adanya perubahan hormonal, bicarakan dengan dokter Anda, apalagi jika payudara juga gatal. Kemungkinan bisa masalah infeksi atau kanker.

1 komentar:

  1. terimakasih untuk tulisan/artikelnya..

    http://obatasliindonesia.com/obat-herbal-kanker-usus-terbaik/

    BalasHapus